Promo Spesial and Free Ongkir
Baca Juga
Tokoh gerakan mahasiswa 1966 itu sempat menyebut sobat mudanya tersebut sebagai sosok yang cerdas namun naif. Walaupun selisih usia yang terbilang jauh (9 thn), tak banyak orang tahu kalau Prabowo Subianto dulu sempat berteman akrab dengan tokoh demonstran 1966, Soe Hok Gie. Perkawanan itu terjalin bisa jadi karena keterlibatan Gie dalam gerakan bawah tanah anti Sukarno yang digalang secara rahasia oleh orang-orang PSI (Partai Sosialis Indonesia).
Menurut Daniel Dhakidae dalam ‘Soe Hok Gie Sang Demonstran’ (kata pengantar buku Catatan Seorang Demosntran), sejak kegagalan PRRI/Permesta, maka pada 1961 para aktivis PSI di luar negeri membentuk GPI (Gerakan Pembaharuan Indonesia). Gerakan tersebut dipimpin oleh Prof. Sumitro Djojohadikusumo (ayah Prabowo) dan memiliki markas besar yang kerap berpindah-pindah. Karena itu disebut sebagai MHQ (Mobile Headquarter).
Baca juga: Sosok Pribadi Prabowo di "Mata" Soe Hok Gie
“Gerakan ini pernah bermarkas di Singapura, Kuala Lumpur, Hongkong dan Zurich (Swis),” ungkap Daniel.
Selanjutnya, di bawah MHQ ada yang disebut BO (Biro Operasi) yang mencakup wilayah Eropa, Amerika, Australia dan Asia. Di samping BO terdapat juga CO (Case Officer), suatu unit yang sistem dan pola kerjanya dibentuk dalam sistem sel. Mereka merambah dunia tentara, buruh, pemuda, mahasiswa dan kaum cendekiawan sebagai garapannya.
Dalam unit CO inilah (tepatnya di CO 5), Soe Hok Gie sejak 1961 melibatkan dirinya dalam infiltrasi dan panetrasi ke wilayah yang sangat akrab dengan dirinya: kelompok cendekiawan.
Kecewa Terhadap Sumitro
Almarhum Jopie Lasut (kawan akrab Soe Hok Gie yang bekas gerilyawan Permesta) mengkonfirmasi kedekatan Soe dengan keluarga Sumitro, terutama Prabowo. Begitu akrabnya, sebelum ke Semeru pada Desember 1969, Bowo (panggilan akrab Soe untuk Prabowo) meminjamkan sepatu gunungnya kepada Soe, yang kemudian dipakainya hingga ia meninggal di Puncak Mahameru.
John Maxwell memiliki versi tersendiri soal keakraban dua anak muda tersebut. Pada pertengahan 1967, Prabowo baru saja datang dari Swiss. Beberapa waktu kemudian dia mengundang beberapa intelektual muda untuk ikut berpartisipasi dalam sebuah proyek pembentukan sukarelawan pembangunan yang menggunakan tenaga para sarjana yang masih muda untuk program pembangunan di seluruh Indonesia. Sejenis Peace Corps ala Indonesia.
“Prabowo menarik beberapa aktivis muda dari kalangan GPI untuk membantunya dalam rencana ini (termasuk Soe Hok Gie)” ujar Maxwell dalam disertasinya Soe Hok Gie: A Biography of A Young Indonesian Intellectual (diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani).
Disebutkan oleh Maxwell sepanjang Mei dan Juni 1969, Soe ikut dalam serangkaian pertemuan informal di Jakarta dan Bandung dengan staf universitas dan para birokrat senior dari berbagai departemen dan perwakilan pemerintahan.
Namun seiring waktu, Soe mulai meragukan kemungkinan rencana itu dapat dijalankan dan mempertanyakan kemampuan Prabowo untuk mengimplementasikan semua ide-ide itu secara efektif. Apalagi pada paruh kedua 1969, Soe mulai melancarkan kritik kerasnya terhadap Sumitro dan para pendukung dekatnya, yang dia anggap sejak bergabung dengan pemerintah Orde Baru sudah tidak lagi sesuai harapan.
“Dalam rangka pemikiran inilah, timbul rasa muak dari Soe Hok Gie terhadap lingkaran-lingkaran politiknya, yang ia anggap sebagai 'kaum sosialis salon',” ungkap Daniel Dhakidae.
Tercatat sejak awal Juli 1969, Soe tidak lagi terlibat dalam proyek yang digagas oleh Prabowo tersebut.
Artikel Terkait Lainnya :
Soe Hok Gie (atas pundak) Prabowo (bawah) |
Baca juga: Sosok Pribadi Prabowo di "Mata" Soe Hok Gie
“Gerakan ini pernah bermarkas di Singapura, Kuala Lumpur, Hongkong dan Zurich (Swis),” ungkap Daniel.
Selanjutnya, di bawah MHQ ada yang disebut BO (Biro Operasi) yang mencakup wilayah Eropa, Amerika, Australia dan Asia. Di samping BO terdapat juga CO (Case Officer), suatu unit yang sistem dan pola kerjanya dibentuk dalam sistem sel. Mereka merambah dunia tentara, buruh, pemuda, mahasiswa dan kaum cendekiawan sebagai garapannya.
Dalam unit CO inilah (tepatnya di CO 5), Soe Hok Gie sejak 1961 melibatkan dirinya dalam infiltrasi dan panetrasi ke wilayah yang sangat akrab dengan dirinya: kelompok cendekiawan.
Kecewa Terhadap Sumitro
Almarhum Jopie Lasut (kawan akrab Soe Hok Gie yang bekas gerilyawan Permesta) mengkonfirmasi kedekatan Soe dengan keluarga Sumitro, terutama Prabowo. Begitu akrabnya, sebelum ke Semeru pada Desember 1969, Bowo (panggilan akrab Soe untuk Prabowo) meminjamkan sepatu gunungnya kepada Soe, yang kemudian dipakainya hingga ia meninggal di Puncak Mahameru.
John Maxwell memiliki versi tersendiri soal keakraban dua anak muda tersebut. Pada pertengahan 1967, Prabowo baru saja datang dari Swiss. Beberapa waktu kemudian dia mengundang beberapa intelektual muda untuk ikut berpartisipasi dalam sebuah proyek pembentukan sukarelawan pembangunan yang menggunakan tenaga para sarjana yang masih muda untuk program pembangunan di seluruh Indonesia. Sejenis Peace Corps ala Indonesia.
“Prabowo menarik beberapa aktivis muda dari kalangan GPI untuk membantunya dalam rencana ini (termasuk Soe Hok Gie)” ujar Maxwell dalam disertasinya Soe Hok Gie: A Biography of A Young Indonesian Intellectual (diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani).
Disebutkan oleh Maxwell sepanjang Mei dan Juni 1969, Soe ikut dalam serangkaian pertemuan informal di Jakarta dan Bandung dengan staf universitas dan para birokrat senior dari berbagai departemen dan perwakilan pemerintahan.
Namun seiring waktu, Soe mulai meragukan kemungkinan rencana itu dapat dijalankan dan mempertanyakan kemampuan Prabowo untuk mengimplementasikan semua ide-ide itu secara efektif. Apalagi pada paruh kedua 1969, Soe mulai melancarkan kritik kerasnya terhadap Sumitro dan para pendukung dekatnya, yang dia anggap sejak bergabung dengan pemerintah Orde Baru sudah tidak lagi sesuai harapan.
“Dalam rangka pemikiran inilah, timbul rasa muak dari Soe Hok Gie terhadap lingkaran-lingkaran politiknya, yang ia anggap sebagai 'kaum sosialis salon',” ungkap Daniel Dhakidae.
Tercatat sejak awal Juli 1969, Soe tidak lagi terlibat dalam proyek yang digagas oleh Prabowo tersebut.
0 Response to "Kisah Perjalanan Sekaligus Pertemanan Soe Hok Gie & Prabowo"
Posting Komentar