Promo Spesial and Free Ongkir
Baca Juga
SIDAMULYANEWS - Di bawah ini adalah contoh karya tulis sederhana yang berkaitan dengan objek wisata di Yogyakarta.
PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS
KARYA TULIS
YOGYAKARTA SURGA WISATAWAN YANG MEMPESONA
Disusun oleh :
1. MUTIARANI PUTRI R.
2. EKA RACHMAWATI W.
3. RAMADANI PUTRA A.
4. DIAN SAPUTRA
5. NANO ROMANSYAH
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMP NEGERI 2 SUKADANA
2015
MOTTO
- Setiap pemikiran manusia adalah sebuah perca kain yang berserakan, dan kita berpeluang menyajikannya menjadi sebuah permadani yang indah dan menawan.
- Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua.
- Sabar dalam mengatasi kesulitan dan bertindak bijaksana dalam mengatasi adanya masalah adalah sesuatu yang utama.
- Menunggu kesuksesan adalah tindakan sia-sia yang bodoh.
- Kegagalan hanya terjadi apabila kita menyerah.
- Kebijakan dan kebajikan adalah perisai terbaik.
- Man jadda wajada, man shabara zhafira.
- Keyakinan, semangat, dan motivasi adalah langkah awal sebuah kesuksesan.
LEMBAR PENGESAHAN
Karya tulis ini
disetuji dan disyahkan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian
Nasional pada SMP Negeri 2 Sukadana Tahun Pelajaran 2015/2016.
Disyahkan pada
Di : Sukarapinem
Hari/Tanggal : November 2015
OLEH
Pembina Osis, Guru Pembimbing,
————————- ——————————–
NIP. NIP.
Mengetahui
Kepala SMP Negeri 2 Sukadana
——————————————–
NIP. ————————————–
PERSEMBAHAN
Dengan terselesaikannya dan terwujudnya
karya tulis ini di samping sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Ujian Nasional, penyusun juga mepersembahkan kepada :
- Bapak Drs. H. Aip Syaripudin, M.M. selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Sukadana Ciamis.
- Guru Pembimbing Bapak Kurniwa, S. Pd yang telah membantu penyusunan laporan karya tulis ini.
- Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan baik moral maupun moril sehingga tersusunnya karya tulis ini.
- Teman-teman yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan karya tulis ini.
- Adik-adik tercinta kelas VII SMP Negeri 2 Sukadana Ciamis.
- Para pembaca yang baik dan budiman.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan kasih‐Nya, atas anugerah
hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐Nya sehingga
memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami dalam penyusunan karya
tulis ini.
Di dalam karya tulis ini kami selaku
penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami sajikan, sebagai syarat Ujian
Nasional dengan judul “Karya Tulis Yogyakarta Surga Wisatawan Yang Mempesona”.
Dimana di dalam judul tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari
khususnya tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta yang indah dan
menawan.
Kami menyadari bahwa keterbatasan
pengetahuan dan pemahaman kami tentang kota Yogyakarta, menjadikan
keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang lebih dalam
tentang masalah ini, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan karya
tulis ini.
Harapan kami, semoga karya tulis ini
membawa manfaat bagi kita, setidaknya untuk sekedar membuka cakrawala
berpikir kita tentang kota Yogyakarta.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan ini.
Terutama kepada rekan satu kelompok atas kerjasamanya, dan Guru Bahasa
Indonesia yang telah membimbing dalam penyusunan karya tulis ini.
Ciamis, November 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Daerah Istimewa Yogyakarta atau yang
lebih dikenal dengan nama Jogja, merupakan kota yang terkenal dengan
sejarah dan warisan budayanya.
Yogyakarta merupakan pusat kerajaan
Mataram, dan sampai saat ini masih ada keraton yang masih berfungsi
dalam arti sesungguhnya. Yogyakarta juga memiliki banyak candi yang
berusia ribuan tahun yang merupakan peninggalan kerajaan besar zaman
dahulu, salah satunya adalah Candi Borobudur yang dibangun pada abad
ke-9 oleh Dinasti Syailendra, sedangkan arsitek dari candi tersebut
adalah Gunadharma.
Pegunungan, pantai-pantai, hamparan sawah
yang hijau dan udara yang sejuk menghiasi keindahan kota Yogya.
Masyarakat Yogyakarta hidup dengan damai dan mempunyai keramahan
yang khas. Coba kita berkeliling desa, kita pasti akan mendapat senyuman
dan sapaan yang hangat dari para penduduk sekitar.
Suasana seni yang begitu terasa di
Yogyakarta. Titik Nol Kilometer Yogyakarta yakni Malioboro yang
merupakan urat nadi Yogyakarta dibanjiri barang-barang kerajinana dari
segenap penjuru. Para pengayuh becakpun siap mengantarkan kita
mengelilingi tempat-tempat pariwisata.
Kota Yogyakarta sangat terkenal dan
merupakan salah satu tujuan utama para wisatawan mancanegara, untuk
berlibur dan mengabiskan sisa waktu istirahatnya di Yogyakarta.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini, adalah sebagai berikut :- Bagaimana sejarah kota Yogyakarta ?
- Mengapa Yogyakarta sangat terkenal dimata Regional maupun Internasional ?
- Apa yang mempengaruhi kota Yogyakarta sebagai salah satu icon Indonesia ?
- Dimana saja tempat-tempat pariwisata yang sering dikunjungi para wisatawan ?
- Mengapa kota Yogyakarta dikatakan sebagai kota Pariwisata ?
- Mengapa Yogyakarta disebut juga sebagai kota pendidikan ?
- Kapan Borobudur diresmikan sebagai keajaiban dunia ?
- Apa saja kekuatan alam yang berada di Yogyakarta ?
- Mengapa kota Yogyakarta tetap mempertahankan nilai-nilai kebudayaannya ?
- Mengapa di kota Yogyakarta terdapat banyak candi ?
- Usaha apa saja yang dilakukan untuk tetap mempertahankan kota Yogyakarta ?
- Bagaimana cara untuk menjaga kota wisata ini agar tetap utuh ?
Masalah-masalah yang dibahas di dalam
karya tulis ini adalah tentang bagaimana cara menjaga keutuhan serta
keaslian semua tempat pariwisata yang ada di Yogyakarta. Selain itu
tentang pengelolaan tempat-tempat wisata ditinjau dari sumber daya
manusia dan sumber daya alam yang ada.
1.4. Tujuan Kunjungan
Tujuannya adalah untuk menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di sekolah, mengetahui
tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta, dan dapat mengetahui seluk
beluk tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta.
1.5. Manfaat Kunjungan
Manfaat dari kunjungan ke Yogyakarta sangat banyak antara lain :
- Menambah ilmu pengetahuan, wawasan yang umum dan luas.
- Mengenal tempat-tempat wisata di jogja yang indah dan dipelihara di Indonesia.
- Mengetahui asal usul dari tempat-tempat wisata di jogja.
- Mempererat keakraban dengan teman satu sekolah.
- Kebersamaan yang sangat erat dan kerjasama antar kelompok.
Dengan demikian diselenggarakannya kunjungan ke Yogyakarta ini sangat bermanfaat.
BAB II
PEMBAHASAN
1. CANDI PRAMBANANA. Letak Candi Prambanan
Setelah puas dengan pemendangan di Candi
Borobudur, kami melanjutkan perjalanan ke Candi Prambanan. Kami tinggal
balik lagi ke Kota Yogjakarta. Dari Yogyakarta, lurus saja ke arah timur
(arah ke kota Solo).
Candi Prambanan itu terletak di sebelah
kiri jalan Yogya-Solo, tepat di perbatasan antara Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan Provinsi Jawa Tengah. Candi Prambanan terletak di Desa
Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, kabupaten Sleman, Provinsi daerah
Istimewa Yogyakarta.
B. Pendiri Candi Prambanan
Pada abad ke 9 Kerajaan Mataram Hindu
diperintah oleh seorang rajayang bernama rakai Pikatan yang berasal dari
Dinasti Sanjaya. Beliau mempunyai seorang permaisuri yang bernama
Pramodawardani. Pramodawardani adalah putri dari amaratungga, pendiri
Candi Borobudur dari Dinast Syailendra.
Pada masa pemerintahannya, Raja Rakai
Pikatan mendirikan sebuah bangunan Candi Hindu yang megah dan indah.
Candi tersebut adalah Candi Prambanan. Candi tersebut dibangun sebagai
ungkapan rasa syukur kepada dewa Syiwa.
Sampai pada akhir pemerintahanrakai
Pikatan, penbangunan Candi Prambanan belum selesai. Selanjutnya,
pembangunan candi tersebut dilanjutkan dan diselesaikan oleh raja
berikutnya yaitu Rakai Belitung.
C. Kompleks Candi Prambanan
Kompleks candi prambanan terdiri atas tiga halaman. Halaman-halaman itu sebagai berikut ;
- Halaman Pertama
Halaman pertama
luasnya 110 x 110 meter. Di halaman pertama tersebut terdapat beberapa
candi yaitu Cndi Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Nandi, Candi
Garuda, Candi Hangsa, Candi Apit, Candi Kelir, dan Candi Patok (Sudut).
Candi induk pada halaman pertama adalah Candi Siwa yang menghadap ke
arah timur.
1.1. Candi Siwa
Candi terbesar di
halaman pertama merupakan candi utama. Dalam candi tersebut terdapat
arca Dewa Siwa Mahadewa. Selaiin Arca Siwa Mahadewa dalam Candi Siwa
terdapat juga Arca Agastya, Ganesa, dan Durga Mahisasuramardini.
Pada dinding Candi
Siwa terdapat Relief cerita Ramayana. Cerita dimulai dari Raden Rama
memenangkan sayembara dan menerima hadiah Dewi Sinta sampai pembuatan
bendungan oleh para prajurit kera menuju negeri Alengka. Untuk
mengetahui jalan cerita Ramayana tersebut pengunjung harus berjalan
searah jarum jam. Cara membaca relief seperti itu disebut pradaksian.
Di depan Candi Siwa terdapat Candi Nandi yang di dalamnya terdapat Arca Lembu Nandi yang merupakan kendaraan Dewa siwa.
1.2. Candi Brahma
Candi Brahma terletak
di sebelah selatan Candi Siwa. Di dalam candi tersebut terdapat Arca
Dewa.Brahma. pada dinding Candi Brahma juba terdapat relief Ramayana
yang merupakan kelanjutan relief Ramayana yang terdapat di Candi Siwa.
Di depan Candi Brahma terdapat Candi Hangsa yang di dalamnya terdapat
Arca Hangsa yang merupakan kendaraan Dewa Brahma.
1.3. Candi Wisnu
Candi Wisnu terletak
di sebelah utaraCandi Siwa. Di dalam Candi Wisnu tersebut terdapat Acra
Wisnu. Pada dinding Candi Wisnu terdapat relief cerita Kresnayana yang
menceritakan tentang riwayat Kresna. Di depan Candi Wianu terdapat Candi
Garuda yang di dalamnya terdapat Arca Burung Garuda Suparna yang
merupakan kendaraan Dea Wisnu.
1.4. Candi Apit
Candi Apit terdapat di
sebelah utara dan selatan Candi Siwa. Candi Apit merupakan pendamping
Candi Brahma, Candi Siwa, dan Candi Wisnu.
1.5. Candi Kelir dan Candi Sudut (Patok)
Di halaman pertama juga terdapat beberapa candi yang dinamakan Candi Kelir dan Candi Sudut (Patok).
- Halaman Kedua/Tengah
Halaman kedua/tengah
kompleks Candi Prambanan ini seluas 222 x 222 meter. Di halaman kedua
kompleks Candi Prambanan terdapat 224 candi kecil yang disusun menjadi
empat deret.
Candi-candi tersebut
disebut Candi Perwara. Deret pertama terdiri dari 68 Candi Perwara.
Deret kedua terdiri dari 60 Candi Perwara. Deret ketiga terdiri dari 44
Candi Perwara. Candi-candi Perwara tersebut mengelilingi candi utama
pada halaman utama.
- Halaman Ketiga/Luar
Di halaman luar
kmpleks Candi Prambanan sampai saat ini belum ditemukan
peninggalan-peninggalan candi. Halaman ini merupakan halaman terluar
dari kompleks Candi Prambanan. Di halaman luar bagian barat terdapat
Panggung Terbuka Ramayana.
Pada waktu-waktu tertentu di Panggung Terbuka Ramayana dipentaskan Sendratari Ramayana yang mengisahkan tentang cerita Ramayana.
Candi Prambanan ditemukan pertama kali pada tahun 1733 oleh seorang berkebangsaan Belanda, C.A. Lons. Pada waktu itu keadaan Candi Prambanan tertimbun tanah dan ditumbuhi oleh berbagai macam tanaman.
Seperti halnya Candi Borobudur, Candi Prambanan juga mengalami beberapa kali pemugaran.
Candi Prambanan ditemukan pertama kali pada tahun 1733 oleh seorang berkebangsaan Belanda, C.A. Lons. Pada waktu itu keadaan Candi Prambanan tertimbun tanah dan ditumbuhi oleh berbagai macam tanaman.
Seperti halnya Candi Borobudur, Candi Prambanan juga mengalami beberapa kali pemugaran.
Pada tahun 1902 Van
Erp mengadakan pemugaran pada Candi Prambanan. Pada tanggal 20 Desember
1953 pemugaran Candi Siwa dinyatakan selesai seluruhnya dan diresmika
oleh Presiden Soekarno. Selanjutnya, pemugaran tahap ketiga selesai pada
tanggal 20 Februari 1993. peresmian selesainya pemugaran dilakukan oleh
Presiden Soeharto.
2. TAMAN PINTARA. Sejarah
Sejak terjadinya
ledakan perkembangan sains sekitar tahun 90-an, terutama Teknologi
Informasi, pada gilirannya telah menghantarkan peradaban manusia menuju
era tanpa batas. Perkembangan sains ini adalah sesuatu yang patut
disyukuri dan tentunya menjanjikan kemudahan-kemudahan bagi perbaikan
kualitas hidup manusia.
Menghadapi realitas
perkembangan dunia semacam itu, dan wujud kepedulian terhadap
pendidikan, maka Pemerintah Kota Yogyakarta menggagas sebuah ide untuk
Pembangunan “Taman Pintar”.
Disebut “Taman
Pintar”, karena di kawasan ini nantinya para siswa, mulai pra sekolah
sampai sekolah menengah bisa dengan leluasa memperdalam pemahaman soal
materi-materi pelajaran yang telah diterima di sekolah dan sekaligus
berekreasi.
Dengan Target
Pembangunan Taman Pintar adalah memperkenalkan science kepada siswa
mulai dari dini, harapan lebih luas kreatifitas anak didik terus diasah,
sehingga bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran eksploitasi pasar
teknologi belaka, tetapi juga berusaha untuk dapat menciptakan
teknologi sendiri.
Bangunan Taman Pintar
ini dibangun di eks kawasan Shopping Center, dengan pertimbangan tetap
adanya keterkaitan yang erat antara Taman Pintar dengan fungsi dan
kegiatan bangunan yang ada di sekitarnya, seperti Taman Budaya, Benteng
Vredeburg, Societiet Militer dan Gedung Agung.
Relokasi area mulai
dilakukan pada tahun 2004, dilanjutkan dengan tahapan pembangunan Tahap I
adalah Playground dan Gedung PAUD Barat serta PAUD Timur, yang
diresmikan dalam Soft Opening I tanggal 20 Mei 2006 oleh Mendiknas,
Bambang Soedibyo.
Pembangunan Tahap II
adalah Gedung Oval lantai I dan II serta Gedung Kotak lantai I, yang
diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas,
Bambang Soedibyo, bersama Menristek, Kusmayanto Kadiman, serta dihadiri
oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Pembangunan Tahap III
adalah Gedung Kotak lantai II dan III, Tapak Presiden dan Gedung
Memorabilia. Dengan selesainya tahapan pembangunan, Grand Opening Taman
Pintar dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
B. Latar Belakang Taman Pintar
Sejak terdirinya
ledakan perkembangan sais, sekitar tahun 90-an, terutama teknologi
informasi pada giliranya telah menghantarkan peradaban manusia menuju
area tanpa batas Perkembangan Sains ini adalah sesuatu yang patut
disyukuri dan tentunya menjanjikan kemudahan-kemudahan bagi bagi
perbaikan kualitas hidup manusia.
Menghadapi realitas
perkembangan dunia semacam itu dan wujud kepedulian terhadap pendidikan,
maka pemerintah kota Yogyakarta menggas sebuah ide untuk pembangunan
“Taman Pintar” Dengan target pembangunan taman pintar adalah
memperkenalkan Science kepada siswa dari dini, harapan lebih luas,
kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga bangsa Indonesia tidak
hanya menjadi sasaran ekspoliasi pasar teknologi sendiri.
Bangunan taman pintar
ini dibangun adanya keterkaitan yang erat anatara taman pintar dengan
fungsi dan kegiatan bangunan disekitarnya, seperti taman budaya dan
Benteng Vrebuderg Sudibyo.
Pembangunan tahap II
adalah gedung oval lantai I dan II. Serta gedung kotak lantai I
diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas
Bambang Sudibyodan Menristek Kusmanto Kadiman serta dihadiri oleh
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubono X.
Pembangunan tahap III
adalah : gedung kotak lantai II dan III tampak Presiden dan gedang
memorabilia. Dengan selesainya tahapan pembangunan, grand opening taman
pintar dilaksanakan pada tanggal, 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh
Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono.
C. Logo Taman pintar
Maknanya :
Kembang api adalah simbolisasi dari intelegensi dalam imajinasi
Dalam bahasa Jawa, kembang api menggambarkan “MLETIK = Pintar = PADHANG MAK BYAR = Pintar”
Kembang api merupakan
sesuatu yang menyenangkan, menghibur, sesuai dengan visi taman pintar
sebagai wahana ekspresi, apresiasi, dan kreasi sains dalam suasana yang
menyenangkan.
Gambar logo yang
keluar mengandung makna “OUT WARD LOOKING”, selalu melihat keluar untuk
terus belajar mengikuti dinamika perubahan diluar dirinya.
Gambar logo tampak seperti matahari mengandung makna menyinari sepanjang masa.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Menangkap Richard Muljadi Anak Seorang Konglomerat
Efek
Perspektif adalah simbolisasi sesuatu yang tinggi “cita – cita”,
pengharapan bak taman pintar akan generasi muda Indonesia, khususnya
Yogyakarta dalam meraih cita-citanya
Wahana gabungan HIJAU – BIRU melambangkan pertumbuhan tak terbatas
Maskof taman pintar
adalah burung hantu bernama tepi. Burung hantu adalah spesies burung
yang banyak melakukan aktifitas di malam hari. Dengan kepekaan yang
dimilikinya. Ia mempelajari dalam sekitarnya dengan merasakan semua
kejadian alam yang ada di sekelilingnya.
D. Sejarah Keratun di dalam Taman Pintar
Sejarah puripakualam
tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang kerajaan mataran islam yang
didirikan oleh penembahan senopati (1575 – 1601) puropakualam menjadi
bagian integral entitas kekuasaan mataram islam yang terpecah dan
terbagi dalam dinamika sejarah.
1. Biografi
Kyai Haji Ahmad Dahlan
ketika masa kanak-kanak Ia dikenal sebagai seorang yang jujur dan suka
menolong dan di senangi dalam pergaulan. Disamping itu Ia juga mempunyai
kelebihan dan ketrampilan dalam membuat barang-barang mainan yang tidak
hanya dibuat untuk dirinya sendiri tetapi teman-teman dan
saudara-saudaranya.
2. Sejarah Presiden RI
Ir. Soekarno ( 1945 – 1966 )
Lahir : Blitar, Jatim, 06 Juni 1901
Putra : Raden Soekemi Sosrodiharjo
Wafat : Jakarta, 21 Juni 1970
M Soeharto ( 1996 – 1998 )
Lahir : Yogyakart, 08 Juli 1921
Putra : Kertosudiro
Wafat : Jakarta, 27 januari 2008
Baharudin Yusuf Habibie ( 1998 – 1999 )
Lahir : Pare – pare, 25 Juni 1936
Putra : Alwi Abdul Jalil Habibie
Abdulrahman Wahid (1999 – 2001 )
Lahir : Jombang, 4 Agustus 1940
Putra : Wahid Hasyim
Wafat : Jakarta, 30 Desember 2009
Dr (Hc) Hj. Megawati Soekarno Putri ( 2001 – 2004 )
Lahir : Yogyakarta, 23 Januari 1947
Nama Lengkap : Dyah Pertama Megawati Setyawati Soekarno Putri
Putra : Ir. Soekarno
Dr.H. Susilo Bambang Yudoyono ( 2004 – ….. )
Lahir : Pacitan, 9 September 1949
Putra : S. Soekotjo
Joko Widodo
Lahir :
3. System Pembangkit Listrik
PLTP adalah Pembangkit Listrik Tenaga
Bumi. Listrik dibangkitkan dari sebuah generator yang digerakan oleh uap
panas yang berasal dari perut bumi.
Berikut tokoh-tokoh penemu listrik :
- Penemu Listrik (1752) : Benjamin Franklin
- Penemu Listrik (1791) : Luigi Guluani
- Penemu Listrik (1800) : Alessandro Vosta
- Penemu Listrik (1820) : Hans Cristian Orste
- Penemu Listrik (1876) : Alexander Graham Bell
- Penemu Listrik (1880) : Thomas Alfa Edison
- Penemu Listrik (1911) : George Cristian Orstens
3. MALIOBORO
Nol kilometer
Yogyakarta berada di kawasan perempatan Malioboro. Malioboro adalah nama
salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang
dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara
keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan
Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton
Yogyakarta.
Terdapat beberapa
obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta,
Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan
Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Malioboro sebagai
salah satu kawasan wisata belanja andalan kota Yogyakarta, ini didukung
oleh adanya pertokoan, rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tak
ketinggalan para pedagang kaki limanya.
Untuk pertokoan, pusat
perbelanjaan dan rumah makan yang ada sebenarnya sama seperti pusat
bisnis dan belanja di kota-kota besar lainnya, yang disemarakan dengan
nama dan merk besar dan ada juga nama-nama lokal. Barang yang
diperdagangkan dari barang import maupun lokal, dari kebutuhan
sehari-hari sampai dengan barang elektronika, mebel dan lain sebagainya.
Juga menyediakan aneka kerajinan, misal batik, wayang, ayaman, tas dan
lain sebagainya. Terdapat pula tempat penukaran mata uang asing, bank,
hotel bintang lima hingga tipe melati.
Kesemarakn Malioboro
juga tidak terlepas dari banyaknya pedagang kaki lima yang berjajar
sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya, hampir semuanya yang
ditawarkan adalah barang atau benda khas Jogja sebagai souvenir atau
oleh-oleh bagi para wisatawan.
Mereka berdagang
kerajinan rakyat khas Yogyakarta, antara lain kerajinan ayaman rotan,
kulit, batik, perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk pakaian batik, tas
kulit, sepatu kulit, hiasan rotan, wayang kulit, gantungan kunci bambu,
sendok/garpu perak, blangkon batik semacan topi khas Yogya atau Jawa,
kaos dengan berbagai model/tulisan dan masih banyak yang lainnya.
Para pedagang kaki
lima ini ada yang menggelar dagangannya diatas meja, gerobak adapula
yang hanya menggelar plastik di lantai. Sehingga saat pengunjung
Malioboro cukup ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan
karena sempitnya jalan bagi para pejalan kaki karena cukup padat dan
banyaknya pedagang di sisi kanan dan kiri.
Namun perlu diwaspadai
atau mendapat perhatian khusus karena kawasan Malioboro menjadi rawan
akan tindak kejahatan, ini terbukti dengan tidak sedikitnya laporan ke
pihak kepolisian terdekat soal pencopetan atau penodongan, dan tidak
jarang pula wisatan asing juga menjadi korban kejahatan.
4. KERATON YOGYAKARTA
Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat atau atau dikenal dengan nama Keraton Yogyakarta
merupakan Istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini
berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Walaupun kesultanan
tersebut secara resmi telah menjadi bagian dari Republik Indonesia pada
tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat
tinggal Sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan
tradisi kesultanan hingga saat ini.
Keraton ini kini juga
merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks
keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik
kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika
pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini
merupakan salah satu contoh arsitektur Istana Jawa yang terbaik,
memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang
luas.
Keraton Yogyakarta
mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan
pasca Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah
bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati.
Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah
raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan
di Imogiri.
Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten sleman.
Secara fisik istana
para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil
Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri
Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan
Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton
Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara
maupun benda-benda kuno dan bersejarah.
Di sisi lain, Keraton
Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku
adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi
begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta.
A. Tata Ruang Dan Arsitektur Umum
Arsitek kepala istana
ini adalah Sultan Hamengkubuwono I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat Keahliannya dalam bidang arsitek dihargai oleh ilmuwan
berkebangsaan Belanda yaitu Dr. Pigeund dan Dr. Adam yang menganggapnya
sebagai “arsitek dari saudara Pakubuwono II Surakarta.
Bangunan pokok dan
desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota
tua Yogyakarta diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di
tambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana
yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan
restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII yang bertahta
tahun 1921-1939.
1. Tata Ruang
Dahulu bagian utama
istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara
sampai di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton
Yogyakarta dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan;
Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya
Kerajaan); Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks
Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti; Kompleks Kedhaton; Kompleks
Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul
(sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapangan
Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian sebelah
utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris.
Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara
dan di sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah
Kedhaton sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun
demikian ada bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain bagian-bagian
utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian yang
lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks
Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks
Istana Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem
Mangkubumen).
Di sekeliling Keraton
dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari
tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada
beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal
Putih, Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan
Pasar Beringharjo.
2. Arsitektur Umum
Secara umum tiap
kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari
pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami
pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok
yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu .
Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka
setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
Bangunan-bangunan
Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional.
Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti
Portugis, Belanda, bahkan Cina.
Bangunan di tiap
kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan
konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal
sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu
ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang
disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan
bertiang besi.
Permukaan atap joglo
berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun
seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang
oleh tiang utama yang di sebut dengan Soko Guru yang berada di
tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan
biasanya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornamen berwarna kuning,
hijau muda, merah, dan emas maupun yang lain.
Untuk bagian bangunan
lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada dengan warna pada
tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur Tangkil) memiliki ornamenPutri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.
Untuk batu alas tiang, Ompak,
berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas. Warna putih
mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks. Lantai
biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai
dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir.
Pada bangunan tertentu
memiliki lantai utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu
dilengkapi dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.
Tiap-tiap bangunan
memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan
jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan
oleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang
lebih rumit dan indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya.
Semakin rendah kelas
bangunan maka ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen
sama sekali. Selain ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari
bahan serta bentuk bagian atau keseluruhan dari bangunan itu sendiri.
B. Kompleks depan
1. Gladhag-Pangurakan
Gerbang utama untuk
masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah Gapura
Gladhag dan Gapura Pangurakan yang terletak persis beberapa meter di
sebelah selatannya. Kedua gerbang ini tampak seperti pertahanan yang
berlapis. Pada zamannya konon Pangurakan merupakan tempat penyerahan
suatu daftar jaga atau tempat pengusiran dari kota bagi mereka yang
mendapat hukuman pengasingan/pembuangan.
Versi lain mengatakan
ada tiga gerbang yaitu Gapura Gladhag, Gapura Pangurakan nJawi, dan
Gapura Pangurakan Lebet. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujung utara
Jalan Trikora (Kantor Pos Besar Yogyakarta dan Bank BNI 46) namun
sekarang ini sudah tidak ada. Di sebelah selatannya adalah Gapura
Pangurakan nJawi yang sekarang masih berdiri dan menjadi gerbang pertama
jika masuk Keraton dari utara.
Di selatan Gapura
Pangurakan nJawi terdapat Plataran/lapangan Pangurakan yang sekarang
sudah menjadi bagian dari Jalan Trikora. Batas sebelah selatannya adalah
Gapura Pangurakan Lebet yang juga masih berdiri. Selepas dari Gapura
Pangurakan terdapat Kompleks Alun-alun Lor.
2. Alun-alun Lor
Alun-alun Lor adalah
sebuah lapangan berumput di bagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu
tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar
yang cukup tinggi. Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi kecuali di
sisi timur bagian selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya
bagian tengahnya saja yang tampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan
beraspal yang dibuka untuk umum.
Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beringin (Ficus benjamina; familiMoraceae)
dan ditengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang diberi
pagar yang disebut dengan Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin
yang dipagari). Kedua pohon ini diberi nama Kyai Dewadaru dan Kyai
Janadaru. Pada zamannya selain Sultan hanyalah Pepatih Dalem yang boleh melewati/berjalan di antara kedua pohon beringin yang dipagari ini.
Tempat ini pula yang
dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukan “Tapa Pepe”saat Pisowanan
Ageng sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah. Pegawai
/abdi-Dalem Kori akan menemui mereka untuk mendengarkan segala keluh
kesah kemudian disampaikan kepada Sultan yang sedang duduk di Siti
Hinggil.
Di sela-sela pohon
beringin di pinggir sisi utara, timur, dan barat terdapat pendopo kecil
yang disebut dengan Pekapalan, tempat transit dan menginap para Bupati
dari daerah Mancanegara Kesultanan. Bangunan ini sekarang sudah banyak
yang berubah fungsi dan sebagian sudah lenyap. Dahulu dibagian selatan
terdapat bangunan yang sekarang menjadi kompleks yang terpisah,
Pagelaran.
Pada zaman dahulu
Alun-alun Lor digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan upacara
kerajaan yang melibatkan rakyat banyak. Di antaranya adalah upacara
garebeg serta sekaten, acara watangan serta rampogan macan, pisowanan
ageng, dan sebagainya.
Sekarang tempat ini
sering digunakan untuk berbagai acara yang juga melibatkan masyarakat
seperti konser-konser musik, kampanye, rapat akbar, tempat
penyelenggaraan ibadah hari raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak
bola warga sekitar dan tempat parkir kendaraan.
3. Mesjid Gedhe Kasultana
Kompleks Mesjid Gedhe
Kasultanan (Masjid Raya Kesultanan) atau Masjid Besar Yogyakarta
terletak di sebelah barat kompleks Alun-alun utara. Kompleks yang juga
disebut dengan Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur.
Arsitektur bangunan induk berbentuk tajugpersegi
tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat
pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat
mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura.
Pada zamannya (untuk
alasan keamanan) di tempat ini Sultan melakukan ibadah. Serambi masjid
berbentuk joglo persegi panjang terbuka. Lantai masjid induk dibuat
lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi
dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi
terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki
orang yang hendak masuk masjid.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Menangkap Richard Muljadi Anak Seorang Konglomerat
Di
depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di
sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan
masjid raya) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan
Pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler
(Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan
Kidul (Pagongan Selatan).
Saat upacara Sekaten, Pagongan Lor digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu. Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks masjid raya yang digunakan dalam upacara Jejak Botol. pada upacara Sekaten di tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi Kangjeng Kyai Pengulu di sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid.
C. Kompleks inti
1. Kompleks Pagelaran
Bangunan utama adalah Bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan nama Tratag Rambat. Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan menghadap Sultan pada upacara resmi.
Sekarang sering digunakan untuk even-even pariwisata, religi, dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton. Sepasang Bangsal Pemandengan terletak
di sisi jauh sebelah timur dan barat Pagelaran. Dahulu tempat ini
digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan latihan perang di Alun-alun Lor.
Sepasang Bangsal Pasewakan/Pengapit terletak
tepat di sisi luar sayap timur dan barat Pagelaran. Dahulu digunakan
para panglima Kesultanan menerima perintah dari Sultan atau menunggu
giliran melapor kepada beliau kemudian juga digunakan sebagai tempat
jaga Bupati Anom Jaba.
Sekarang digunakan
untuk kepentingan pariwisata (semacam diorama yang menggambarkan prosesi
adat, prajurit keraton dan lainnya). Bangsal Pengrawit yang terletak di dalam sayap timur bagian selatan Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan untuk melantik Pepatih Dalem.
Saat ini di sisi
selatan kompleks ini dihiasi dengan relief perjuangan Sulta HB
I dan Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini pernah digunakan oleh
Universitas Gadjah Mada sebelum memiliki kampus di Bulak Sumur.
2. Siti Hinggil Ler
Di selatan kompleks
Pagelaran terdapat Kompleks Siti Hinggil. Kompleks Siti Hinggil secara
tradisi digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara resmi kerajaan.
Di tempat ini pada 19 Desember 1949 digunakan peresmian Univsitas
Gadjah Mada. Kompleks ini dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya
dengan dua jenjang untuk naik berada di sisi utara dan selatan. Di
antara Pagelaran dan Siti Hinggil ditanami deretan pohon Gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae).
Di kanan dan kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hinggil terdapat dua Bangsal Pacikeranyang digunakan oleh abdi-Dalem Mertolulut dan Singonegoro sampai sekitar tahun 1926. Pacikeran barasal dari kata ciker yang berarti tangan yang putus.
Bangunan Tarub Agungterletak
tepat di ujung atas jenjang utara. Bangunan ini berbentuk kanopi
persegi dengan empat tiang, tempat para pembesar transit menunggu
rombongannya masuk ke bagian dalam istana. Di timur laut dan barat laut
Tarub Agung terdapat Bangsal Kori. Di tempat ini dahulu bertugas abdi-Dalem Kori dan abdi-Dalem Jaksa yang fungsinya untuk menyampaikan permohonan maupun pengaduan rakyat kepada Sultan.
Bangsal Manguntur
Tangkil terletak ditengah-tengah Siti Hinggil di bawah atau di dalam
sebuah hall besar terbuka yang disebut Tratag Sitihinggil. Bangunan ini
adalah tempat Sultan duduk di atas singgasananya pada saat acara-acara
resmi kerajaan seperti pelantikan Sultan dan Pisowanan Agung.
Di bangsal ini pula
pada 17 Desember 1949 Ir. Soekarno dilantik menjadi Presiden Republik
Indonesia Serikat. Bangsal Witono berdiri di selatan Manguntur Tangkil.
Lantai utama bangsal yang lebih besar dari Manguntur Tangkil ini dibuat
lebih tinggi. Bangunan ini digunakan untuk meletakkan lambang-lambang
kerajaan atau pusaka kerajaan pada saat acara resmi kerajaan.
Bale Bang yang terletak di sebelah timur
Tratag Siti Hinggil pada zaman dahulu digunakan untuk menyimpan
perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Naga Wilaga. Bale
Angun-angun yang terletak di sebelah barat Tratag Siti Hinggil pada
zamannya merupakan tempat menyimpan tombak, KK Suro Angun-angun.
4. Kamandhungan Lor
Di selatan Siti
Hinggil terdapat lorong yang membujur ke arah timur-barat. Dinding
selatan lorong merupakan dinding Cepuri dan terdapat sebuah gerbang
besar, Regol Brojonolo, sebagai penghubung Siti Hinggil dengan Kamandhungan.
Di sebelah timur dan
barat sisi selatan gerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang ini hanya
dibuka pada saat acara resmi kerajaan dan di hari-hari lain selalu dalam
keadaan tertutup. Untuk masuk ke kompleks Kamandhungan sekaligus
kompleks dalam Keraton sehari-hari melalui pintuGapura Keben di sisi timur dan barat kompleks ini yang masing-masing menjadi pintu masing-masing ke jalan Kemitbumen dan Rotowijayan.
Kompleks Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena di halamannya ditanami pohon Keben (Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yang
berada ditengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di kompleks
ini. Dahulu (kira-kira sampai 1812) bangsal ini digunakan untuk
mengadili perkara dengan ancaman hukuman mati dengan Sultan sendiri yang
yang memimpin pengadilan.
Versi lain mengatakan
digunakan untuk mengadili semua perkara yang berhubungan dengan keluarga
kerajaan. Kini bangsal ini digunakan dalam acara adat seperti garebeg
dan sekaten. Di selatan bangsal Ponconiti terdapat kanopi besar untuk
menurunkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan Bale Antiwahana. Selain kedua bangunan tersebut terdapat beberapa bangunan lainnya di tempat ini.
5. Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti
terletak di sebelah selatan kompleks Kamandhungan Ler dan dihubungkan
oleh Regol Sri Manganti. Pada dinding penyekat terdapat hiasan Makara
raksasa. Di sisi barat kompleks terdapat Bangsal Sri Manganti yang pada
zamannya digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu penting
kerajaan.
Sekarang di lokasi ini
ditempatkan beberapa pusaka keraton yang berupa alat musik gamelan.
Selain itu juga difungsikan untuk penyelenggaraan even pariwisata
keraton.
Bangsal Traju Mas yang
berada di sisi timur dahulu menjadi tempat para pejabat kerajaan saat
mendampingi Sultan dala menyambut tamu. Versi lain mengatakan
kemungkinan tempat ini menjadi balai pengadilan.
Tempat ini digunakan
untuk menempatkan beberapa pusaka yang antara lain berupa tandu dan meja
hias. Bangsal ini pernah runtuh pada 27 Mei 2006akibat gempa bumi yang
mengguncang DIY dan Jawa Tengah. Setelah proses restorasi yang memakan
waktu yang lama akhirnya pada awal tahun 2010 bangunan ini telah berdiri
lagi di tempatnya.
Di sebelah timur
bangsal ini terdapat dua pucuk meriam buatan Sultan Hamengku Buwono II
yang mengapit sebuah prasasti berbahasa dan berhuruf Cina.
Di sebelah timurnya
berdiriGedhong Parentah Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi
Istana. Selain itu di halaman ini terdapat bangsal Pecaosan Jaksa,
bangsal Pecaosan Prajurit, bangsalPecaosan Dhalang dan bangunan lainnya.
5. Kedhaton
Di sisi selatan
kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkan
dengan kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca
raksasa Dwarapalayang dinamakan Cinkorobolo disebelah timur
dan Bolobuto di sebelah barat. Di sisi timur terdapat pos penjagaan.
Pada dinding penyekat sebelah selatan tergantung lambang kerajaan, Praja
Cihna.
Kompleks kedhaton
merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan dirindangi
oleh pohon Sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae). Kompleks
ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman (quarter).
Bagian pertama adalahPelataran Kedhaton dan merupakan bagian Sultan.
Bagian selanjutnya
adalah Keputrenyang merupakan bagian istri (para istri) dan para puteri
Sultan. Bagian terakhir adalahKesatriyan, merupakan bagian putra-putra
Sultan. Di kompleks ini tidak semua bangunan maupun bagiannya terbuka
untuk umum, terutama dari bangsal Kencono ke arah barat.
Di bagian Pelataran
Kedhaton, Bangsal Kencono (Golden Pavilion) yang menghadap ke timur
merupakan balairung utama istana. Di tempat ini dilaksanakan berbagai
upacara untuk keluarga kerajaan di samping untuk upacara kenegaraan. Di
keempat sisi bangunan ini terdapat Tratag Bangsal Kencana yang dahulu
digunakan untuk latihan menari.
Di sebelah barat
bangsal Kencana terdapat nDalem Ageng Proboyakso yang menghadap ke
selatan. Bangunan yang berdinding kayu ini merupakan pusat dari Istana
secara keseluruhan. Di dalamnya disemayamkan Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms), Tahta Sultan, dan Lambang-lambang Kerajaan (Regalia) lainnya.
Di sebelah utara
nDalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene (The Yellow House) sebuah
bangunan tempat tinggal resmi (official residence) Sultan yang bertahta.
Bangunan yang didominasi warna kuning pada pintu dan tiangnya
dipergunakan sampai Sultan HB IX. Oleh Sultan HB X tempat yang menghadap
arah timur ini dijadikan sebagai kantor pribadi.
Sedangkan Sultan
sendiri bertempat tinggal di Keraton Kilen. Di sebelah timur laut
Gedhong Jene berdiri satu-satunya bangunan bertingkat di dalam
keraton,Gedhong Purworetno. Bangunan ini didirikan oleh Sultan HB Vdan
menjadi kantor resmi Sultan. Gedung ini menghadap ke arah bangsal
Kencana di sebelah selatannya.
Di selatan bangsal
Kencana berdiri Bangsal Manis menghadap ke arah timur. Bangunan ini
dipergunakan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. Sekarang tempat
ini digunakan untuk membersihkan pusaka kerajaan pada bulan Suro.
Bangunan lain di bagian ini adalah Bangsal Kotak, Bangsal Mandalasana, Gedhong Patehan[, Gedhong
Danartapura, Gedhong Siliran, Gedhong Sarangbaya, Gedhong Gangsa, dan
lain sebagainya. Di tempat ini pula sekarang berdiri bangunan
baru, Gedhong Kaca sebagai museum Sultan Hamengkubuwono IX.
Keputren merupakan
tempat tinggal Permesuri dan Selir raja. Di tempat yang memiliki tempat
khusus untuk beribada pada zamannya tinggal para puteri raja yang belum
menikah. Tempat ini merupakan kawasan tertutup sejak pertama kali
didirikan hingga sekarang. Kesatriyan pada zamannya digunakan sebagai
tempat tinggal para putera raja yang belum menikah.
Bangunan utamanya
adalah Pendapa Kesatriyan, Gedhong Pringgandani, dan Gedhong Srikaton.
Bagian Kesatriyan ini sekarang dipergunakan sebagai tempat
penyelenggaraan even pariwisata. Di antara Plataran Kedhaton dan
Kesatriyan dahulu merupakan istal kuda yang dikendarai oleh Sultan.
6. Kamagangan
Di sisi selatan
kompleks Kedhaton terdapat Regol Kamagangan yang menghubungkan kompleks
Kedhaton dengan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu penting karena
di dinding penyekat sebelah utara terdapat patung dua ekor ular yang
menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Di sisi selatannya
pun terdapat dua ekor ular di kanan dan kiri gerbang yang menggambarkan
tahun yang sama.
Dahulu kompleks
Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai (abdi-Dalem Magang),
tempat berlatih dan ujian serta apel kesetiaan para abdi-Dalem magang.
Bangsal Magangan yang terletak di tengah halaman besar digunakan sebagai
tempat upacara Bedhol Songsong, pertunjukan wayang kulit yang menandai
selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton. Bangunan Pawon
Ageng (dapur istana) Sekul Langgen berada di sisi timur dan Pawon Ageng Gebulen berada di sisi barat.
Kedua nama tersebut
mengacu pada jenis masakan nasi Langgi dan nasi Gebuli. Di sudut
tenggara dan barat daya terdapat Panti Pareden. Kedua tempat ini
digunakan untuk membuatPareden/Gunungan pada saat menjelang Upacara
Garebeg. Di sisi timur dan barat terdapat gapura yang masing-masing
merupakan pintu ke jalan Suryoputran dan jalan Magangan.
Di sisi selatan
halaman besar terdapat sebuah jalan yang menghubungkan kompleks
Kamagangan dengan Regol Gadhung Mlati. Dahulu di bagian pertengahan
terdapat jembatan gantung yang melintasi kanal Taman sari yang
menghubungkan dua danau buatan di barat dan timur kompleks Taman Sari.
Di sebelah barat tempat ini terdapat dermaga kecil yang digunakan oleh
Sultan untuk berperahu melintasi kanal dan berkunjung ke Taman Sari.
7. Kamandhungan Kidul
Di ujung selatan jalan
kecil di selatan kompleks Kamagangan terdapat sebuah gerbang, Regol
Gadhung Mlati, yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan kompleks
Kamandhungan Kidul/selatan. Dinding penyekat gerbang ini memiliki
ornamen yang sama dengan dinding penyekat gerbang Kamagangan.
Di kompleks Kamandhungan Kidul terdapat bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Bangsal ini konon berasal dari pendapa desa Pandak Karang Nangka di daerah Sokawati yang
pernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono I bermarkas saat perang
tahta III. Di sisi selatan Kamandhungan Kidul terdapat sebuah gerbang, Regol Kamandhungan,
yang menjadi pintu paling selatan dari kompleks cepuri. Di antara
kompleks Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang
disebut dengan Pamengkang.
8. Siti Hinggil Kidul
Arti dari Siti Hinggil
yaitu tanah yang tinggi, siti : tanah dan hinggil : tinggi. Siti
Hinggil Kidul atau yang sekarang dikenal dengan Sasana Hinggil Dwi
Abad terletak di sebelah utara alun-alun Kidul. Luas kompleks Siti
Hinggil Kidul kurang lebih 500 meter persegi. Permukaan tanah pada
bangunan ini ditinggikan sekitar 150 cm dari permukaan tanah di
sekitarnya.
Sisi timur-utara-barat
dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebut denganPamengkang,
tempat orang berlalu lalang setiap hari. Dahulu di tengah Siti Hinggil
terdapat pendapa sederhana yang kemudian dipugar pada 1956 menjadi
sebuah Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai tanda peringatan 200
tahun Kota Yogyakarta.
Siti Hinggil Kidul
digunakan pada zaman dulu oleh Sultan untuk menyaksikan para prajurit
keraton yang sedang melakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat
menyaksikan adu manusia dengan macan (rampogan) dan untuk berlatih
prajurit perempuan, Langen Kusumo.
Tempat ini pula
menjadi awal prosesi perjalanan panjang upacara pemakaman Sultan yang
mangkat ke Imogiri. Sekarang, Siti Hinggil Kidul digunakan untuk
mempergelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya wayang kulit,
pameran, dan sebagainya.
D. Kompleks belakang
1. Alun-alun Kidul
Alun-alun Kidul
(Selatan) adalah alun-alun di bagian Selatan Keraton Yogyakarta.
Alun-alun Kidul sering pula disebut sebagai Pengkeran.
Pengkeran berasal dari
kata pengker (bentuk krama) dari mburi (belakang). Hal tersebut sesuai
dengan keletakan alun-alun Kidul yang memang terletak di belakang
keraton. Alun-alun ini dikelilingi oleh tembok persegi yang memiliki
lima gapura, satu buah di sisi selatan serta di sisi timur dan barat
masing-masing dua buah. Di antara gapura utara dan selatan di sisi barat
terdapatngGajahan sebuah kandang guna memelihara gajah milik Sultan.
Di sekeliling
alun-alun ditanami pohon mangga (Mangifera indica; familiAnacardiaceae),
pakel (Mangifera sp; famili Anacardiaceae), dan kuini (Mangifera
odoranta; famili Anacardiaceae). Pohon beringin hanya terdapat dua
pasang.
Sepasang di tengah
alun-alun yang dinamakan Supit Urang (harfiah=capit udang) dan sepasang
lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan Wok(dari kata
bewok, harfiaf=jenggot). Dari gapura sisi selatan terdapat
jalan Gading yang menghubungkan dengan Plengkung Nirbaya.
2. Plengkung Nirbaya
Plengkung Nirbaya
merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari tempat ini Sultan HB I
masuk ke Keraton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat pemerintahan
dariKedhaton Ambar Ketawang. Gerbang ini secara tradisi digunakan
sebagai rute keluar untuk prosesi panjang pemakaman Sultan ke Imogiri.
Untuk alasan inilah tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultan
yang sedang bertahta.
E. Bagian lain Keraton
1. Pracimosono
Kompleks Pracimosono
merupakan bagian keraton yang diperuntukkan bagi para prajurit keraton.
Sebelum bertugas dalam upacara adat para prajurit keraton tersebut
mempersiapkan diri di tempat ini. Kompleks yang tertutup untuk umum ini
terletak di sebelah barat Pagelaran dan Siti Hinggil Lor.
2. Roto Wijayan
Kompleks Roto Wijayan
merupakan bagian keraton untuk menyimpan dan memelihara kereta kuda.
Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi istana.
Sekarang kompleks Roto
Wijayan menjadi Museum Kereta Keraton. Di kompleks ini masih disimpan
berbagai kereta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai kendaraan resmi.
Beberapa diantaranya ialah KNy Jimat, KK Garuda Yaksa, dan Kyai Rata
Pralaya. Tempat ini dapat dikunjungi oleh wisatawan.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Menangkap Richard Muljadi Anak Seorang Konglomerat
3. Kawasan tertutup
Kompleks Tamanan
merupakan kompleks taman yang berada di barat laut kompleks Kedhaton
tempat dimana keluarga kerajaan dan tamu kerajaan berjalan-jalan.
Kompleks ini tertutup
untuk umum. Kompleks Panepen merupakan sebuah masjid yang digunakan oleh
Sultan dan keluarga kerajaan sebagai tempat melaksanakan ibadah
sehari-hari dan tempat Nenepi (sejenis meditasi). Tempat ini juga
dipergunakan sebagai tempat akad nikah bagi keluarga Sultan.
Lokasi ini tertutup
untuk umum. Kompleks Kraton Kilen dibangun semasa Sultan Hamengkubuwono
VII. Lokasi yang berada di sebelah barat Keputren menjadi tempat
kediaman resmi Sultan Hamengkubuwono X dan keluarganya. Lokasi ini
tertutup untuk umum.
F. WarisanBudaya
Selain memiliki
kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan budaya
yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat,
tari-tarian sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara Tumplak Wajik, Garebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusaka dan Labuhan.
Upacara yang berasal
dari zaman kerajaan ini hingga sekarang terus dilaksanakan dan merupakan
warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi dari klaim pihak asing.
1. Tumplak Wajik
Upacara tumplak wajik
adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari beras
ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang
digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk
membuat pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg Besar.
Dalam upacara yang
dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian. Selain
itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi
dengan musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan
alat musik kayu lainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan
pembuatan pareden.
2. Garebeg
Upacara Garebeg
diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender atau penanggalan
Jawa yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu
bulan Sawal (bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan
ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya
kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas
kemakmuran kerajaan.
Sedekah ini, yang
disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari
Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan
Pareden Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun
sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.
Gunungan kakung
berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak
membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang
panjang yang berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur
itik, dan beberapa perlengkapan makanan kering lainnya.
Gunungan estri
berbentuk seperti keranjang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga.
Sebagian besar disusun dari makanan kering yang terbuat dari beras
maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran dan runcing. Kedua gunungan
ini ditempatkan dalam sebuah kotak pengangkut yang disebut Jodhang.
Gunungan pawohan
terdiri dari buah-buahan segar yang diletakkan dalam keranjang dari daun
kelapa muda (Janur) yang berwarna kuning. Gunungan ini juga ditempatkan
dalam jodhang dan ditutup dengan kain biru. Gunungan gepak berbentuk
seperti gunungan estri hanya saja permukaan atasnya datar. Gunungan
dharat juga berbentuk seperti gunungan estri namun memiliki permukaan
atas yang lebih tumpul.
Kedua gunungan
terakhir tidak ditempatkan dalam jodhang melainkan hanya dialasi kayu
yang berbentuk lingkaran. Gunungan kutug/bromo memiliki bentuk khas
karena secara terus menerus mengeluarkan asap (kutug) yang berasal dari
kemenyan yang dibakar. Gunungan yang satu ini tidak diperebutkan oleh
masyarakat melainkan dibawa kembali ke dalam keraton untuk di bagikan
kepada kerabat kerajaan.
Pada Garebeg Sawal
Sultan menyedekahkan 1-2 buah pareden kakung. Jika dua buah maka yang
sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada
kerabat Puro Paku Alaman.
Pada garebeg Besar
Sultan mengeluarkan pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat
yang masing-masing berjumlah satu buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten
Sultan memberi sedekah pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat
yang masing-masing berjumlah satu buah. Bila garebeg Mulud
diselenggarakan pada tahun Dal, maka ditambah dengan satu pareden kakung
dan satu pareden kutug.
3. Sekaten
Sekaten merupakan
sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon
asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya
merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita
rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama islam,
Syahadatain.
Sekaten dimulai dengan
keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK
Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan Selatan dan Utara
di depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11
bulan Mulud, kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan/dibunyikan
(jw: ditabuh) secara bergantian menandai perayaan sekaten. Pada malam
kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk, melakukan upacara
Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin).
Setelah itu Sultan
atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan pengajian
maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya pada
hari terakhir upacara ditutup dengan Garebeg Mulud.
Selama sekaten Sego
Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah)
merupakan makanan khas yang banyak dijual. Selain itu terdapat pula
sirih pinang dan bunga kantil (Michelia alba; famili Magnoliaceae). Saat
ini selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu
pasar.
5. MUSIUM DIRGANTARA YOGYA
Museum ini terletak di
ujung utara Kabupaten Bantul perbatasan dengan Kabupaten Sleman
tepatnya di komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta.
Museum ini banyak
menampilkan sejarah kedirgantaraan bangsa Indonesia serta sejarah
perkembangan angkatan udara RI pada khususnya. Selain terdapat diorama
juga terdapat bermacam-macam jenis pesawat yang dipergunakan pada masa
perjuangan. Beberapa model dari pesawat tersebut adalah milik tentara
jepang yang digunakan oleh angkatan udara Indonesia.
Keberadaan Museum
Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan
TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan
peristiwa bersejarah di lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama
dituangkan dalam Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No. 491,
tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumen dan Museum Angkatan Udara.
Setelah mengalami
proses yang lama, pada tanggal 21 April 1967, gagasan itu dapat
diwujudkan dan organisasinya berada di bawah Pembinaan Asisten
Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri Panglima Angkatan Udara di
Jakarta. Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 2
tahun 1967, tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan kegiatan bidang
sejarah, budaya, dan museum, maka Museum Angkatan Udara mulai berkembang
dengan pesat.
Berkat perhatian yang
besar, baik dari Panglima Angkatan Udara maupun Panglima Komando Wilayah
Udara V (Pang Kowilu V), pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU
yang berlokasi di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit
Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin
Noerjadin.
Berdasarkan berbagai
pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai
peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat
kegiatan TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet
Penerbang/ Taruna Akademi Angkatan Udara. Berdasarkan Keputusan Kepala
Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978, museum yang semula berkedudukan di
Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta.
Selanjutnya,
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Skep/04/IV/1978
tanggal 17 April 1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri Bagian
Udara itu ditetapkan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi menjadi Museum
Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, pada tanggal 29 Juli 1978 yang
bertepatan dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU.
Perkembangan
selanjutnya, museum itu tidak dapat menampung lagi koleksi alutsista
yang ada karena lokasinya yang sukar dijangkau oleh umum dan kendaraan.
Oleh karena itu, Pimpinan TNI AU memutuskan untuk memindahkannya ke
gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisucipto.
Sebelum pemindahan
dilakukan gedung itu direhabilitasi untuk dijadikan Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17 Desember 1982, Kepala Staf TNI AU
Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti sebagai bukti
dimulainya rehabilitasi gedung itu.
Penggunaan dan
pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat
Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April
1984. Dalam rangka memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli
1984, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan gedung yang
sudah direhabilitasi itu sebagai gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara
Mandala. Lokasi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala itu berada di
Pangkalan Udara Adisucipto, di bawah Sub Dinas Sejarah, Dinas Perawatan
Personel TNI AU, Jakarta.
Bangunan, Gedung
Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang ditempati sekarang adalah
bekas pabrik gula Wonocatur pada zaman Belanda, sedangkan pada zaman
Jepang digunakan untuk gudang senjata dan hanggar pesawat terbang.
Koleksi, Museum Pusat
TNI AU Dirgantara Mandala memamerkan benda-benda koleksi sejarah, antara
lain : koleksi peninggalan para pahlawan udara, diorama, pesawat
miniatur, pesawat terbang dari negara-negara Blok Barat dan Timur,
senjata api, senjata tajam, mesin pesawat, radar, bom atau roket,
parasut dan patung-patung tokoh TNI Angkatan Udara.
6. CANDI BOROBUDUR
A. Lokasi Candi Borobudur
Candi Borobudur
terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang,
Propinsi Jawa Tengah. Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Merapi dan
Merbabu di sebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara,
dan pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara
Sungai Progo dan Elo. Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah
dimodifikasi, dengan ketinggian 265 dpl.
B. Sejarah Candi Borobudur
Borobudur dibangun
oleh Samaratungga, seorang raja kerajaan Mataram Kuno yang juga
keturunan dari Wangsa Syailendra pada abad ke-8. Keberadaan Candi
Borobudur ini pertama kali terungkap oleh Sir Thomas Stanford Rafles
pada tahun 1814. Pada saat itu, Candi Borobudur ditemukan dalam kondisi
hancur dan terpendam di dalam tanah.
Candi yang terdiri
dari 10 tingkat ini sebenarnya memiliki tinggi keseluruhan 42 meter.
Namun setelah dilakukan restorasi, tinggi keseluruhan candi ini hanya
mencapai 34,5 meter dengan luas bangunan candi secara keseluruhan 123 x
123 meter (15.129 m2). Setiap tingkat pada Candi Borobudur ini dari
lantai pertama sampai lanyai enam memiliki bentuk persegi, sedangkan
mulai dari lantai ke tujuh sampai lantai ke sepuluh berbentuk bulat.
Candi Borobudur adalah
candi Buddha terbesar pada abad ke-9. Menurut Prasasti Kayumwungan,
terungkap bahwa Candi Borobudur selesai dibangun pada 26 Mei 824, atau
hampir 100 tahun sejak mulai awal dibangun. Konon nama Borobudur berarti
sebuah gunung yang berteras – teras atau biasa juga disebut dengan
budhara. Namun ada juga yang mengatakan bahwa Borobudur berarti biara
yang terletak di tempat yang tinggi.
Beberapa ahli
mengungkapkan bahwa posisi Candi Borobudur berada pada ketinggian 235
meter diatas permukaan laut. Ini berdasarkan studi dari para ahli
Geologi yang mampu membuktikan bahwa Candi Borobudur pada saat itu
adalah sebuah kawasan danau yang besar sehingga sebagian besar desa-desa
yang berada di sekitar Candi Borobudur berada pada ketinggian yang
sama, termasuk Candi Pawon dan Candi Mendut.
Berdasarkan Prasasti
tanggal 842 AD, seorang sejarawan Casparis menyatakan bahwa Borobudur
merupakan salah satu tempat untuk berdoa. Dimana dalam prasasi tersebut
mengandung kata “Kawulani Bhumi Sambhara” yang berarti asal kesucian dan
Bhumi Sambara merupakan nama sebuah sudut di Candi Borobudur tersebut.
Setiap lantai pada
Candi Borobudur ini mengandung tema yang berbeda – beda karena pada
setiap tingkat tersebut melambangkan tahapan kehidupan manusia. Hal ini
sesuai dengan ajaran Buddha Mahayana bahwa setiap orang yang ingin
mencapai tingkat kesempurnaan sebagai Buddha harus melalui setiap
tingkatan kehidupan. Pada setiap lantai di Candi Borobudur terdapat
relief – relief yang bila dibaca dengan runtut akan membawa kita
memutari Candi Borobudur searah dengan jarum jam.
C. Bentuk Bangunan Candi Borobudur
– Denah Candi Borobudur ukuran panjang 121,66 meter dan lebar 121,38 meter.
– Tinggi 35,40 meter.
– Susunan
bangunan berupa 9 teras berundak dan sebuah stupa induk di puncaknya.
Terdiri dari 6 teras berdenah persegi dan3 teras berdenah lingkaran.
– Pembagian vertikal secara filosofis meliputi tingkat Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.
– Pembagian vertikal secara teknis meliputi bagian bawah, tengah, dan atas.
– Terdapat tangga naik di keempat penjuru utama dengan pintu masuk utama sebelah timur dengan ber-pradaksina.
– Batu-batu Candi
Borobudur berasal dari sungai di sekitar Borobudur dengan volume
seluruhnya sekitar 55.000 meter persegi (kira-kira 2.000.000 potong
batu)
D. Nama Candi Borobudur
Mengenai penamaannya juga terdapat beberapa pendapat diantaranya:
– Raffles:
Budur yang kuno (Boro: kuno, budur: nama tempat) Sang Budha yang agung
(Boro: agung, budur: Buddha) Budha yang banyak (Boro: banyak, budur:
Buddha)
– Moens: Kota para penjunjung tinggi Sang Budha
– Casparis:
Berasal dari kata sang kamulan ibhumisambharabudara, berdasarkan kutipan
dari prasasti Sri Kahulunan 842 M yang artinya bangunan suci yang
melambangkan kumpulan kebaikan dari kesepuluh tingkatan Bodhisattva.
– Poerbatjaraka: Biara di Budur (Budur: nama tempat/desa)
– Soekmono
dan Stutertheim: Bara dan budur berarti biara di atas bukit Menurut
Soekmono fungsi Candi Borobudur sebagai tempat ziarah untuk memuliakan
agama Budha aliran Mahayana dan pemujaan nenek moyang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tempat-tempat wisata
yang ada di Yogyakarta itu sangat banyak, dan kita harus senantiasa
menjaga serta merawatnya agar tetap asri seperti aslinya, agar tetap
menarik para wisatawan untuk berlibur ke Yogya.
Selain itu, kota Yogya
yang menawan itu tidak harus kita tambahkan dengan budaya-budaya barat
yang kita rasa sangat bagus atau trend. Tapi justru itu salah, kita
harus tetap menjaga budaya asli Yogya itu sendiri agar mempunyai
keaslian yang khas dimata dunia.
Yogyakarta merupakan
salah satu kota favorit para wisatawan untuk berlibur dan menghabiskan
sisa waktu istirahatnya di tempat-tempat wisata yang ada di Yogya.
Walaupun banyak cerita-cerita mistis yang beredar di masyarakat luas,
para wisatawan tetap antusias menikmati tempat-tempat pariwisata yang
ada di Yogyakarta.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa
dalam pembuatan karya tulis ini banyak ditemui kesulitan dan kekurangan,
oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat
menyempurnakan karya tulis ini.
Demikianlah kesimpulan
dan saran dalam pembuatan karya tulis ini. Dalam pembuatan karya tulis
ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sebagai
manusia biasa mohon maaf atas segala keurangan dan kekhilafan. Semoga
karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id
http://www.wikipedia.org
http://www.wikipedia.org
LAMPIRAN-LAMPIRAN
0 Response to "Karya Tulis Study Tour Ke Yogyakarta Angkatan 25 | Sidamulyanews"
Posting Komentar