Karya Tulis Study Tour Ke Yogyakarta Angkatan 25 | Sidamulyanews

Promo Spesial and Free Ongkir

Baca Juga

SIDAMULYANEWS - Di bawah ini adalah contoh karya tulis sederhana yang berkaitan dengan objek wisata di Yogyakarta.

KARYA TULIS

YOGYAKARTA SURGA WISATAWAN YANG MEMPESONA

Disusun oleh :

1. MUTIARANI PUTRI R.

2. EKA RACHMAWATI W.

3. RAMADANI PUTRA A.

4. DIAN SAPUTRA

5. NANO ROMANSYAH
PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMP NEGERI 2 SUKADANA
2015
MOTTO
  1. Setiap pemikiran manusia adalah sebuah perca kain yang berserakan, dan kita berpeluang menyajikannya menjadi sebuah permadani yang indah dan menawan.
  2. Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua.
  3. Sabar dalam mengatasi kesulitan dan bertindak bijaksana dalam mengatasi adanya masalah adalah sesuatu yang utama.
  4. Menunggu kesuksesan adalah tindakan sia-sia yang bodoh.
  5. Kegagalan hanya terjadi apabila kita menyerah.
  6. Kebijakan dan kebajikan adalah perisai terbaik.
  7. Man jadda wajada, man shabara zhafira.
  8. Keyakinan, semangat, dan motivasi adalah langkah awal sebuah kesuksesan.
LEMBAR PENGESAHAN
 Karya tulis ini disetuji  dan disyahkan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Nasional pada SMP Negeri 2 Sukadana Tahun Pelajaran 2015/2016.
Disyahkan pada
Di                         : Sukarapinem
Hari/Tanggal       :     November 2015
OLEH
Pembina Osis,                                                                     Guru Pembimbing,
————————-                                                     ——————————–
NIP.                                                                                       NIP.
Mengetahui
Kepala SMP Negeri 2 Sukadana
——————————————–
NIP. ————————————–

PERSEMBAHAN
Dengan terselesaikannya dan terwujudnya karya tulis ini di samping sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Nasional, penyusun juga mepersembahkan kepada :
  1. Bapak Drs. H. Aip Syaripudin, M.M. selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Sukadana Ciamis.
  2. Guru Pembimbing Bapak Kurniwa, S. Pd yang telah membantu penyusunan laporan karya tulis ini.
  3. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan baik moral maupun moril sehingga tersusunnya karya tulis ini.
  4. Teman-teman yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan karya tulis ini.
  5. Adik-adik tercinta kelas VII SMP Negeri 2 Sukadana Ciamis.
  6. Para pembaca yang baik dan budiman.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan kasih‐Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami dalam penyusunan karya tulis ini.
Di dalam karya tulis ini kami selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami sajikan, sebagai syarat Ujian Nasional dengan judul “Karya Tulis Yogyakarta Surga Wisatawan Yang Mempesona”. Dimana di dalam judul tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari khususnya tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta yang indah dan menawan.
Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentang kota Yogyakarta, menjadikan keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang lebih dalam tentang masalah ini, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Harapan kami, semoga karya tulis ini membawa manfaat bagi kita, setidaknya untuk sekedar membuka cakrawala berpikir kita tentang kota Yogyakarta.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan ini. Terutama kepada rekan satu kelompok atas kerjasamanya, dan Guru Bahasa Indonesia yang telah membimbing dalam penyusunan karya tulis ini.

Ciamis,   November 2015
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Daerah Istimewa Yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Jogja, merupakan kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya.
Yogyakarta merupakan pusat kerajaan Mataram, dan sampai saat ini masih ada keraton yang masih berfungsi dalam arti sesungguhnya. Yogyakarta juga memiliki banyak candi yang berusia ribuan tahun yang merupakan peninggalan kerajaan besar zaman dahulu, salah satunya adalah Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke-9 oleh Dinasti Syailendra, sedangkan arsitek dari candi tersebut adalah Gunadharma.
Pegunungan, pantai-pantai, hamparan sawah yang hijau dan udara yang sejuk menghiasi keindahan kota Yogya. Masyarakat Yogyakarta hidup dengan damai dan mempunyai keramahan yang khas. Coba kita berkeliling desa, kita pasti akan mendapat senyuman dan sapaan yang hangat dari para penduduk sekitar.
Suasana seni yang begitu terasa di Yogyakarta. Titik Nol Kilometer Yogyakarta yakni Malioboro yang merupakan urat nadi Yogyakarta dibanjiri barang-barang kerajinana dari segenap penjuru. Para pengayuh becakpun siap mengantarkan kita mengelilingi tempat-tempat pariwisata.
Kota Yogyakarta sangat terkenal dan merupakan salah satu tujuan utama para wisatawan mancanegara, untuk berlibur dan mengabiskan sisa waktu istirahatnya di Yogyakarta.
1.2. RUMUSAN MASALAH
 Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini, adalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana sejarah kota Yogyakarta ?
  2. Mengapa Yogyakarta sangat terkenal dimata Regional maupun Internasional ?
  3. Apa yang mempengaruhi kota Yogyakarta sebagai salah satu icon Indonesia ?
  4. Dimana saja tempat-tempat pariwisata yang sering dikunjungi para wisatawan ?
  5. Mengapa kota Yogyakarta dikatakan sebagai kota Pariwisata ?
  6. Mengapa Yogyakarta disebut juga sebagai kota pendidikan ?
  7. Kapan Borobudur diresmikan sebagai keajaiban dunia ?
  8. Apa saja kekuatan alam yang berada di Yogyakarta ?
  9. Mengapa kota Yogyakarta tetap mempertahankan nilai-nilai kebudayaannya ?
  10. Mengapa di kota Yogyakarta terdapat banyak candi ?
  11. Usaha apa saja yang dilakukan untuk tetap mempertahankan kota Yogyakarta ?
  12. Bagaimana cara untuk  menjaga kota wisata ini agar tetap utuh ?
1.3. Pembatasan Masalah
Masalah-masalah yang dibahas di dalam karya tulis ini adalah tentang bagaimana cara menjaga keutuhan serta keaslian semua tempat pariwisata yang ada di Yogyakarta. Selain itu tentang pengelolaan tempat-tempat wisata ditinjau dari sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada.
1.4. Tujuan Kunjungan
Tujuannya adalah untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di sekolah, mengetahui tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta, dan dapat mengetahui seluk beluk tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta.
1.5. Manfaat Kunjungan
Manfaat dari kunjungan ke Yogyakarta sangat banyak antara lain  :
  1. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan yang umum dan luas.
  2. Mengenal tempat-tempat wisata di jogja yang indah dan dipelihara di Indonesia.
  3. Mengetahui asal usul dari tempat-tempat wisata di jogja.
  4. Mempererat keakraban dengan teman satu sekolah.
  5. Kebersamaan yang sangat erat dan kerjasama antar kelompok.
Dengan demikian diselenggarakannya kunjungan ke Yogyakarta ini sangat bermanfaat.
BAB II
PEMBAHASAN
 1. CANDI PRAMBANAN
A. Letak Candi Prambanan
Setelah puas dengan pemendangan di Candi Borobudur, kami melanjutkan perjalanan ke Candi Prambanan. Kami tinggal balik lagi ke Kota Yogjakarta. Dari Yogyakarta, lurus saja ke arah timur (arah ke kota Solo).
Candi Prambanan itu terletak di sebelah kiri jalan Yogya-Solo, tepat di perbatasan antara Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Provinsi Jawa Tengah. Candi Prambanan terletak di Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, kabupaten Sleman, Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta.
B. Pendiri Candi Prambanan
Pada abad ke 9 Kerajaan Mataram Hindu diperintah oleh seorang rajayang bernama rakai Pikatan yang berasal dari Dinasti Sanjaya. Beliau mempunyai seorang permaisuri yang bernama Pramodawardani. Pramodawardani adalah putri dari amaratungga, pendiri Candi Borobudur dari Dinast Syailendra.
Pada masa pemerintahannya, Raja Rakai Pikatan mendirikan sebuah bangunan Candi Hindu yang megah dan indah. Candi tersebut adalah Candi Prambanan. Candi tersebut dibangun sebagai ungkapan rasa syukur kepada dewa Syiwa.
Sampai pada akhir pemerintahanrakai Pikatan, penbangunan Candi Prambanan belum selesai. Selanjutnya, pembangunan candi tersebut dilanjutkan dan diselesaikan oleh raja berikutnya yaitu Rakai Belitung.
C. Kompleks Candi Prambanan
Kompleks candi prambanan terdiri atas tiga halaman. Halaman-halaman itu sebagai berikut ;
  1. Halaman Pertama
Halaman pertama luasnya 110 x 110 meter. Di halaman pertama tersebut terdapat beberapa candi yaitu Cndi Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Nandi, Candi Garuda, Candi Hangsa, Candi Apit, Candi Kelir, dan Candi Patok (Sudut). Candi induk pada halaman pertama adalah Candi Siwa yang menghadap ke arah timur.
1.1. Candi Siwa
Candi terbesar di halaman pertama merupakan candi utama. Dalam candi tersebut terdapat arca Dewa Siwa Mahadewa. Selaiin Arca Siwa Mahadewa dalam Candi Siwa terdapat juga Arca Agastya, Ganesa, dan Durga Mahisasuramardini.
Pada dinding Candi Siwa terdapat Relief cerita Ramayana. Cerita dimulai dari Raden Rama memenangkan sayembara dan menerima hadiah Dewi Sinta sampai pembuatan bendungan oleh para prajurit kera menuju negeri Alengka. Untuk mengetahui jalan cerita Ramayana tersebut pengunjung harus berjalan searah jarum jam. Cara membaca relief seperti itu disebut pradaksian.
Di depan Candi Siwa terdapat Candi Nandi yang di dalamnya terdapat Arca Lembu Nandi yang merupakan kendaraan Dewa siwa.
1.2. Candi Brahma
Candi Brahma terletak di sebelah selatan Candi Siwa. Di dalam candi tersebut terdapat Arca Dewa.Brahma. pada dinding Candi Brahma juba terdapat relief Ramayana yang merupakan kelanjutan relief Ramayana yang terdapat di Candi Siwa. Di depan Candi Brahma terdapat Candi Hangsa yang di dalamnya terdapat Arca Hangsa yang merupakan kendaraan Dewa Brahma.
1.3. Candi Wisnu
Candi Wisnu terletak di sebelah utaraCandi Siwa. Di dalam Candi Wisnu tersebut terdapat Acra Wisnu. Pada dinding Candi Wisnu terdapat relief cerita Kresnayana yang menceritakan tentang riwayat Kresna. Di depan Candi Wianu terdapat Candi Garuda yang di dalamnya terdapat Arca Burung Garuda Suparna yang merupakan kendaraan Dea Wisnu.
1.4. Candi Apit
Candi Apit terdapat di sebelah utara dan selatan Candi Siwa. Candi Apit merupakan pendamping Candi Brahma, Candi Siwa, dan Candi Wisnu.
1.5. Candi Kelir dan Candi Sudut (Patok)
Di halaman pertama juga terdapat beberapa candi yang dinamakan Candi Kelir dan Candi Sudut (Patok).
  1. Halaman Kedua/Tengah
Halaman kedua/tengah kompleks Candi Prambanan ini seluas 222 x 222 meter. Di halaman kedua kompleks Candi Prambanan terdapat 224 candi kecil yang disusun menjadi empat deret.
Candi-candi tersebut disebut Candi Perwara. Deret pertama terdiri dari 68 Candi Perwara. Deret kedua terdiri dari 60 Candi Perwara. Deret ketiga terdiri dari 44 Candi Perwara. Candi-candi Perwara tersebut mengelilingi candi utama pada halaman utama.
  1. Halaman Ketiga/Luar
Di halaman luar kmpleks Candi Prambanan sampai saat ini belum ditemukan peninggalan-peninggalan candi. Halaman ini merupakan halaman terluar dari kompleks Candi Prambanan. Di halaman luar bagian barat terdapat Panggung Terbuka Ramayana.
Pada waktu-waktu tertentu di Panggung Terbuka Ramayana dipentaskan Sendratari Ramayana yang mengisahkan tentang cerita Ramayana.
Candi Prambanan ditemukan pertama kali pada tahun 1733 oleh seorang berkebangsaan Belanda, C.A. Lons. Pada waktu itu keadaan Candi Prambanan tertimbun tanah dan ditumbuhi oleh berbagai macam tanaman.
Seperti halnya Candi Borobudur, Candi Prambanan juga mengalami beberapa kali pemugaran.
Pada tahun 1902 Van Erp mengadakan pemugaran pada Candi Prambanan. Pada tanggal 20 Desember 1953 pemugaran Candi Siwa dinyatakan selesai seluruhnya dan diresmika oleh Presiden Soekarno. Selanjutnya, pemugaran tahap ketiga selesai pada tanggal 20 Februari 1993. peresmian selesainya pemugaran dilakukan oleh Presiden Soeharto.
2. TAMAN PINTAR
 A. Sejarah
Sejak terjadinya ledakan perkembangan sains sekitar tahun 90-an, terutama Teknologi Informasi, pada gilirannya telah menghantarkan peradaban manusia menuju era tanpa batas. Perkembangan sains ini adalah sesuatu yang patut disyukuri dan tentunya menjanjikan kemudahan-kemudahan bagi perbaikan kualitas hidup manusia.
Menghadapi realitas perkembangan dunia semacam itu, dan wujud kepedulian terhadap pendidikan, maka Pemerintah Kota Yogyakarta menggagas sebuah ide untuk Pembangunan “Taman Pintar”.
Disebut “Taman Pintar”, karena di kawasan ini nantinya para siswa, mulai pra sekolah sampai sekolah menengah bisa dengan leluasa memperdalam pemahaman soal materi-materi pelajaran yang telah diterima di sekolah dan sekaligus berekreasi.
Dengan Target Pembangunan Taman Pintar adalah memperkenalkan science kepada siswa mulai dari dini, harapan lebih luas kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran eksploitasi pasar teknologi belaka, tetapi juga berusaha untuk dapat menciptakan teknologi sendiri.
Bangunan Taman Pintar ini dibangun di eks kawasan Shopping Center, dengan pertimbangan tetap adanya keterkaitan yang erat antara Taman Pintar dengan fungsi dan kegiatan bangunan yang ada di sekitarnya, seperti Taman Budaya, Benteng Vredeburg, Societiet Militer dan Gedung Agung.
Relokasi area mulai dilakukan pada tahun 2004, dilanjutkan dengan tahapan pembangunan Tahap I adalah Playground dan Gedung PAUD Barat serta PAUD Timur, yang diresmikan dalam  Soft Opening I tanggal 20 Mei 2006 oleh Mendiknas, Bambang Soedibyo.
Pembangunan Tahap II adalah Gedung Oval lantai I dan II serta Gedung Kotak lantai I, yang diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas, Bambang Soedibyo, bersama Menristek, Kusmayanto Kadiman, serta dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Pembangunan Tahap III adalah Gedung Kotak lantai II dan III, Tapak Presiden dan Gedung Memorabilia. Dengan selesainya tahapan pembangunan, Grand Opening Taman Pintar dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
B. Latar Belakang Taman Pintar
Sejak terdirinya ledakan perkembangan sais, sekitar tahun 90-an, terutama teknologi informasi pada giliranya telah menghantarkan peradaban manusia menuju area tanpa batas Perkembangan Sains ini adalah sesuatu yang patut disyukuri dan tentunya menjanjikan kemudahan-kemudahan bagi bagi perbaikan kualitas hidup manusia.
Menghadapi realitas perkembangan dunia semacam itu dan wujud kepedulian terhadap pendidikan, maka pemerintah kota Yogyakarta menggas sebuah ide untuk pembangunan “Taman Pintar” Dengan target pembangunan taman pintar adalah memperkenalkan Science kepada siswa dari dini, harapan lebih luas, kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran ekspoliasi pasar teknologi sendiri.
Bangunan taman pintar ini dibangun adanya keterkaitan yang erat anatara taman pintar dengan fungsi dan kegiatan bangunan disekitarnya, seperti taman budaya dan Benteng Vrebuderg Sudibyo.
Pembangunan tahap II adalah gedung oval lantai I dan II. Serta gedung kotak lantai I diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas Bambang Sudibyodan Menristek Kusmanto Kadiman serta dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubono X.
Pembangunan tahap III adalah : gedung kotak lantai II dan III tampak Presiden dan gedang memorabilia. Dengan selesainya tahapan pembangunan, grand opening taman pintar dilaksanakan pada tanggal, 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono.
C. Logo Taman pintar
Maknanya :
Kembang api adalah simbolisasi dari intelegensi dalam imajinasi
Dalam bahasa Jawa, kembang api menggambarkan “MLETIK = Pintar = PADHANG MAK BYAR = Pintar”
Kembang api merupakan sesuatu yang menyenangkan, menghibur, sesuai dengan visi taman pintar sebagai wahana ekspresi, apresiasi, dan kreasi sains dalam suasana yang menyenangkan.
Gambar logo yang keluar mengandung makna “OUT WARD LOOKING”, selalu melihat keluar untuk terus belajar mengikuti dinamika perubahan diluar dirinya.
Gambar logo tampak seperti matahari mengandung makna menyinari sepanjang masa.
Baca Juga:   Polda Metro Jaya Menangkap Richard Muljadi Anak Seorang Konglomerat
Efek Perspektif adalah simbolisasi sesuatu yang tinggi “cita – cita”, pengharapan bak taman pintar akan generasi muda Indonesia, khususnya Yogyakarta dalam meraih cita-citanya
Wahana gabungan HIJAU – BIRU melambangkan pertumbuhan tak terbatas
Maskof taman pintar adalah burung hantu bernama tepi. Burung hantu adalah spesies burung yang banyak melakukan aktifitas di malam hari. Dengan kepekaan yang dimilikinya. Ia mempelajari dalam sekitarnya dengan merasakan semua kejadian alam yang ada di sekelilingnya.
D. Sejarah Keratun di dalam Taman Pintar
Sejarah puripakualam tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang kerajaan mataran islam yang didirikan oleh penembahan senopati (1575 – 1601) puropakualam menjadi bagian integral entitas kekuasaan mataram islam yang terpecah dan terbagi dalam dinamika sejarah.
1. Biografi
Kyai Haji Ahmad Dahlan ketika masa kanak-kanak Ia dikenal sebagai seorang yang jujur dan suka menolong dan di senangi dalam pergaulan. Disamping itu Ia juga mempunyai kelebihan dan ketrampilan dalam membuat barang-barang mainan yang tidak hanya dibuat untuk dirinya sendiri tetapi teman-teman dan saudara-saudaranya.
2. Sejarah Presiden RI
Ir. Soekarno ( 1945 – 1966 )
Lahir             : Blitar, Jatim, 06 Juni 1901
Putra             : Raden Soekemi Sosrodiharjo
Wafat            : Jakarta, 21 Juni 1970
M Soeharto ( 1996 – 1998 )
Lahir : Yogyakart, 08 Juli 1921
Putra : Kertosudiro
Wafat            : Jakarta, 27 januari 2008
Baharudin Yusuf Habibie ( 1998 – 1999 )
Lahir : Pare – pare, 25 Juni 1936
Putra : Alwi Abdul Jalil Habibie
Abdulrahman Wahid          (1999 – 2001 )
Lahir : Jombang, 4 Agustus 1940
Putra : Wahid Hasyim
Wafat            : Jakarta, 30 Desember 2009
Dr (Hc) Hj. Megawati Soekarno Putri ( 2001 – 2004 )
Lahir : Yogyakarta, 23 Januari 1947
Nama Lengkap         : Dyah Pertama Megawati Setyawati Soekarno Putri
Putra : Ir. Soekarno
Dr.H. Susilo Bambang Yudoyono ( 2004 – ….. )
Lahir : Pacitan, 9 September 1949
Putra             : S. Soekotjo
Joko Widodo
Lahir :
3. System Pembangkit Listrik
PLTP adalah Pembangkit Listrik Tenaga Bumi. Listrik dibangkitkan dari sebuah generator yang digerakan oleh uap panas yang berasal dari perut bumi.
Berikut tokoh-tokoh penemu listrik :
  1. Penemu Listrik (1752)                 : Benjamin Franklin
  2. Penemu Listrik (1791)                 : Luigi Guluani
  3. Penemu Listrik (1800)                 : Alessandro Vosta
  4. Penemu Listrik (1820)                 : Hans Cristian Orste
  5. Penemu Listrik (1876)                 : Alexander Graham Bell
  6. Penemu Listrik (1880)                 : Thomas Alfa Edison
  7. Penemu Listrik (1911)                 : George Cristian Orstens

3. MALIOBORO
Nol kilometer Yogyakarta berada di kawasan perempatan Malioboro. Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Malioboro sebagai salah satu kawasan wisata belanja andalan kota Yogyakarta, ini didukung oleh adanya pertokoan, rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tak ketinggalan para pedagang kaki limanya.
Untuk pertokoan, pusat perbelanjaan dan rumah makan yang ada sebenarnya sama seperti pusat bisnis dan belanja di kota-kota besar lainnya, yang disemarakan dengan nama dan merk besar dan ada juga nama-nama lokal. Barang yang diperdagangkan dari barang import maupun lokal, dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang elektronika, mebel dan lain sebagainya. Juga menyediakan aneka kerajinan, misal batik, wayang, ayaman, tas dan lain sebagainya. Terdapat pula tempat penukaran mata uang asing, bank, hotel bintang lima hingga tipe melati.
Kesemarakn Malioboro juga tidak terlepas dari banyaknya pedagang kaki lima yang berjajar sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya, hampir semuanya yang ditawarkan adalah barang atau benda khas Jogja sebagai souvenir atau oleh-oleh bagi para wisatawan.
Mereka berdagang kerajinan rakyat khas Yogyakarta, antara lain kerajinan ayaman rotan, kulit, batik, perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk pakaian batik, tas kulit, sepatu kulit, hiasan rotan, wayang kulit, gantungan kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon batik semacan topi khas Yogya atau Jawa, kaos dengan berbagai model/tulisan dan masih banyak yang lainnya.
Para pedagang kaki lima ini ada yang menggelar dagangannya diatas meja, gerobak adapula yang hanya menggelar plastik di lantai. Sehingga saat pengunjung Malioboro cukup ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan karena sempitnya jalan bagi para pejalan kaki karena cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi kanan dan kiri.
Namun perlu diwaspadai atau mendapat perhatian khusus karena kawasan Malioboro menjadi rawan akan tindak kejahatan, ini terbukti dengan tidak sedikitnya laporan ke pihak kepolisian terdekat soal pencopetan atau penodongan, dan tidak jarang pula wisatan asing juga menjadi korban kejahatan.
4. KERATON YOGYAKARTA
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau atau dikenal dengan nama Keraton Yogyakarta merupakan Istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian dari Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal Sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini.
Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur Istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh   Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti  di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri.
Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah.
Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta.
A. Tata Ruang Dan Arsitektur Umum
Arsitek kepala istana ini adalah Sultan Hamengkubuwono I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat Keahliannya dalam  bidang arsitek dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda yaitu Dr. Pigeund dan Dr. Adam yang menganggapnya sebagai “arsitek dari  saudara  Pakubuwono II Surakarta.
Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII yang bertahta tahun 1921-1939.
1. Tata Ruang
Dahulu bagian utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara sampai di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti; Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris. Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen).
Di sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan Pasar Beringharjo.
2. Arsitektur Umum
Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu . Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis, Belanda, bahkan Cina.
Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang besi.
Permukaan atap joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang utama yang di sebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun yang lain.
Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur Tangkil) memiliki ornamenPutri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.
Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks. Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir.
Pada bangunan tertentu memiliki lantai utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.
Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya.
Semakin rendah kelas bangunan maka ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau keseluruhan dari bangunan itu sendiri.
B. Kompleks depan
 1. Gladhag-Pangurakan
Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah Gapura Gladhag dan Gapura Pangurakan yang terletak persis beberapa meter di sebelah selatannya. Kedua gerbang ini tampak seperti pertahanan yang berlapis. Pada zamannya konon Pangurakan merupakan tempat penyerahan suatu daftar jaga atau tempat pengusiran dari kota bagi mereka yang mendapat hukuman pengasingan/pembuangan.
Versi lain mengatakan ada tiga gerbang yaitu Gapura Gladhag, Gapura Pangurakan nJawi, dan Gapura Pangurakan Lebet. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujung utara Jalan Trikora (Kantor Pos Besar Yogyakarta dan Bank BNI 46) namun sekarang ini sudah tidak ada. Di sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan nJawi yang sekarang masih berdiri dan menjadi gerbang pertama jika masuk Keraton dari utara.
Di selatan Gapura Pangurakan nJawi terdapat Plataran/lapangan Pangurakan yang sekarang sudah menjadi bagian dari Jalan Trikora. Batas sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan Lebet yang juga masih berdiri. Selepas dari Gapura Pangurakan terdapat Kompleks Alun-alun Lor.
2. Alun-alun Lor
Alun-alun Lor adalah sebuah lapangan berumput di bagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang cukup tinggi. Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi kecuali di sisi timur bagian selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja yang tampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk umum.
Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beringin (Ficus benjamina; familiMoraceae) dan ditengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang diberi pagar yang disebut dengan Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini diberi nama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru. Pada zamannya selain Sultan hanyalah Pepatih Dalem yang boleh melewati/berjalan di antara kedua pohon beringin yang dipagari ini.
Tempat ini pula yang dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukan “Tapa Pepe”saat Pisowanan Ageng sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah. Pegawai /abdi-Dalem Kori akan menemui mereka untuk mendengarkan segala keluh kesah kemudian disampaikan kepada Sultan yang sedang duduk di Siti Hinggil.
Di sela-sela pohon beringin di pinggir sisi utara, timur, dan barat terdapat pendopo kecil yang disebut dengan Pekapalan, tempat transit dan menginap para Bupati dari daerah Mancanegara Kesultanan. Bangunan ini sekarang sudah banyak yang berubah fungsi dan sebagian sudah lenyap. Dahulu dibagian selatan terdapat bangunan yang sekarang menjadi kompleks yang terpisah, Pagelaran.
Pada zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan upacara kerajaan yang melibatkan rakyat banyak. Di antaranya adalah upacara garebeg serta sekaten, acara watangan serta rampogan macan, pisowanan ageng, dan sebagainya.
Sekarang tempat ini sering digunakan untuk berbagai acara yang juga melibatkan masyarakat seperti konser-konser musik, kampanye, rapat akbar, tempat penyelenggaraan ibadah hari raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak bola warga sekitar dan tempat parkir kendaraan.
3. Mesjid Gedhe Kasultana
Kompleks Mesjid Gedhe Kasultanan (Masjid Raya Kesultanan) atau Masjid Besar Yogyakarta terletak di sebelah barat kompleks Alun-alun utara. Kompleks yang juga disebut dengan Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur.
Arsitektur bangunan induk berbentuk tajugpersegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura.
Pada zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini Sultan melakukan ibadah. Serambi masjid berbentuk joglo persegi panjang terbuka. Lantai masjid induk dibuat lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.
Baca Juga:   Polda Metro Jaya Menangkap Richard Muljadi Anak Seorang Konglomerat
Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan).
Saat upacara Sekaten, Pagongan Lor digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu. Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks masjid raya yang digunakan dalam upacara Jejak Botol. pada upacara Sekaten di tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi Kangjeng Kyai Pengulu di sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid.
C. Kompleks inti
 1Kompleks Pagelaran
Bangunan utama adalah Bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan nama Tratag Rambat. Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan menghadap Sultan pada upacara resmi.
Sekarang sering digunakan untuk even-even pariwisata, religi, dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton. Sepasang Bangsal  Pemandengan terletak di sisi jauh sebelah timur dan barat Pagelaran. Dahulu tempat ini digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan latihan perang di Alun-alun Lor.
Sepasang Bangsal Pasewakan/Pengapit terletak tepat di sisi luar sayap timur dan barat Pagelaran. Dahulu digunakan para panglima Kesultanan menerima perintah dari Sultan atau menunggu giliran melapor kepada beliau kemudian juga digunakan sebagai tempat jaga Bupati Anom Jaba.
Sekarang digunakan untuk kepentingan pariwisata (semacam diorama yang menggambarkan prosesi adat, prajurit keraton dan lainnya). Bangsal Pengrawit yang terletak di dalam sayap timur bagian selatan Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan untuk melantik Pepatih Dalem.
Saat ini di sisi selatan kompleks ini dihiasi dengan relief perjuangan Sulta HB I dan Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini pernah digunakan oleh  Universitas Gadjah Mada sebelum memiliki kampus di Bulak Sumur.
2. Siti Hinggil Ler
Di selatan kompleks Pagelaran terdapat Kompleks Siti Hinggil. Kompleks Siti Hinggil secara tradisi digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara resmi kerajaan. Di tempat ini pada 19 Desember 1949 digunakan peresmian Univsitas Gadjah Mada. Kompleks ini dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan dua jenjang untuk naik berada di sisi utara dan selatan. Di antara Pagelaran dan Siti Hinggil ditanami deretan pohon Gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae).
Di kanan dan kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hinggil terdapat dua Bangsal Pacikeranyang digunakan oleh abdi-Dalem Mertolulut dan Singonegoro sampai sekitar tahun 1926. Pacikeran barasal dari kata ciker yang berarti tangan yang putus.
Bangunan Tarub Agungterletak tepat di ujung atas jenjang utara. Bangunan ini berbentuk kanopi persegi dengan empat tiang, tempat para pembesar transit menunggu rombongannya masuk ke bagian dalam istana. Di timur laut dan barat laut Tarub Agung terdapat Bangsal Kori. Di tempat ini dahulu bertugas abdi-Dalem Kori dan abdi-Dalem Jaksa yang fungsinya untuk menyampaikan permohonan maupun pengaduan rakyat kepada Sultan.
Bangsal Manguntur Tangkil terletak ditengah-tengah Siti Hinggil di bawah atau di dalam sebuah hall besar terbuka yang disebut Tratag Sitihinggil. Bangunan ini adalah tempat Sultan duduk di atas singgasananya pada saat acara-acara resmi kerajaan seperti pelantikan Sultan dan Pisowanan Agung.
Di bangsal ini pula pada 17 Desember 1949 Ir. Soekarno dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat. Bangsal Witono berdiri di selatan Manguntur Tangkil. Lantai utama bangsal yang lebih besar dari Manguntur Tangkil ini dibuat lebih tinggi. Bangunan ini digunakan untuk meletakkan lambang-lambang kerajaan atau pusaka kerajaan pada saat acara resmi kerajaan.
Bale Bang yang terletak di sebelah timur Tratag Siti Hinggil pada zaman dahulu digunakan untuk menyimpan perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Naga Wilaga. Bale Angun-angun yang terletak di sebelah barat Tratag Siti Hinggil pada zamannya merupakan tempat menyimpan tombak, KK Suro Angun-angun.
4. Kamandhungan Lor
Di selatan Siti Hinggil terdapat lorong yang membujur ke arah timur-barat. Dinding selatan lorong merupakan dinding Cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar, Regol Brojonolo, sebagai penghubung Siti Hinggil dengan Kamandhungan.
Di sebelah timur dan barat sisi selatan gerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang ini hanya dibuka pada saat acara resmi kerajaan dan di hari-hari lain selalu dalam keadaan tertutup. Untuk masuk ke kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton sehari-hari melalui pintuGapura Keben di sisi timur dan barat kompleks ini yang masing-masing menjadi pintu masing-masing ke jalan Kemitbumen dan Rotowijayan.
Kompleks Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena di halamannya ditanami pohon Keben (Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yang berada ditengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di kompleks ini. Dahulu (kira-kira sampai 1812) bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara dengan ancaman hukuman mati dengan Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan.
Versi lain mengatakan digunakan untuk mengadili semua perkara yang berhubungan dengan keluarga kerajaan. Kini bangsal ini digunakan dalam acara adat seperti garebeg dan sekaten. Di selatan bangsal Ponconiti terdapat kanopi besar untuk menurunkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan Bale Antiwahana. Selain kedua bangunan tersebut terdapat beberapa bangunan lainnya di tempat ini.
5. Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti terletak di sebelah selatan kompleks Kamandhungan Ler dan dihubungkan oleh Regol Sri Manganti. Pada dinding penyekat terdapat hiasan Makara raksasa. Di sisi barat kompleks terdapat Bangsal Sri Manganti yang pada zamannya digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu penting kerajaan.
Sekarang di lokasi ini ditempatkan beberapa pusaka keraton yang berupa alat musik gamelan. Selain itu juga difungsikan untuk penyelenggaraan even pariwisata keraton.
Bangsal Traju Mas yang berada di sisi timur dahulu menjadi tempat para pejabat kerajaan saat mendampingi Sultan dala menyambut tamu. Versi lain mengatakan kemungkinan tempat ini menjadi balai pengadilan.
Tempat ini digunakan untuk menempatkan beberapa pusaka yang antara lain berupa tandu dan meja hias. Bangsal ini pernah runtuh pada 27 Mei 2006akibat gempa bumi yang mengguncang DIY dan Jawa Tengah. Setelah proses restorasi yang memakan waktu yang lama akhirnya pada awal tahun 2010 bangunan ini telah berdiri lagi di tempatnya.
Di sebelah timur bangsal ini terdapat dua pucuk meriam buatan Sultan Hamengku Buwono II yang mengapit sebuah prasasti berbahasa dan berhuruf Cina.
Di sebelah timurnya berdiriGedhong Parentah Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi Istana. Selain itu di halaman ini terdapat bangsal Pecaosan Jaksa, bangsal Pecaosan Prajurit, bangsalPecaosan Dhalang dan bangunan lainnya.
5. Kedhaton
Di sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkan dengan kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasa Dwarapalayang dinamakan Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah barat. Di sisi timur terdapat pos penjagaan. Pada dinding penyekat sebelah selatan tergantung lambang kerajaan, Praja Cihna.
Kompleks kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan dirindangi oleh pohon Sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae). Kompleks ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman (quarter). Bagian pertama adalahPelataran Kedhaton dan merupakan bagian Sultan.
Bagian selanjutnya adalah Keputrenyang merupakan bagian istri (para istri) dan para puteri Sultan. Bagian terakhir adalahKesatriyan, merupakan bagian putra-putra Sultan. Di kompleks ini tidak semua bangunan maupun bagiannya terbuka untuk umum, terutama dari bangsal Kencono ke arah barat.
Di bagian Pelataran Kedhaton, Bangsal Kencono (Golden Pavilion) yang menghadap ke timur merupakan balairung utama istana. Di tempat ini dilaksanakan berbagai upacara untuk keluarga kerajaan di samping untuk upacara kenegaraan. Di keempat sisi bangunan ini terdapat Tratag Bangsal Kencana yang dahulu digunakan untuk latihan menari.
Di sebelah barat bangsal Kencana terdapat nDalem Ageng Proboyakso yang menghadap ke selatan. Bangunan yang berdinding kayu ini merupakan pusat dari Istana secara keseluruhan. Di dalamnya disemayamkan Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms), Tahta Sultan, dan Lambang-lambang Kerajaan (Regalia) lainnya.
Di sebelah utara nDalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene (The Yellow House) sebuah bangunan tempat tinggal resmi (official residence) Sultan yang bertahta. Bangunan yang didominasi warna kuning pada pintu dan tiangnya dipergunakan sampai Sultan HB IX. Oleh Sultan HB X tempat yang menghadap arah timur ini dijadikan sebagai kantor pribadi.
Sedangkan Sultan sendiri bertempat tinggal di Keraton Kilen. Di sebelah timur laut Gedhong Jene berdiri satu-satunya bangunan bertingkat di dalam keraton,Gedhong Purworetno. Bangunan ini didirikan oleh Sultan HB Vdan menjadi kantor resmi Sultan. Gedung ini menghadap ke arah bangsal Kencana di sebelah selatannya.
Di selatan bangsal Kencana berdiri Bangsal Manis menghadap ke arah timur. Bangunan ini dipergunakan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. Sekarang tempat ini digunakan untuk membersihkan pusaka kerajaan pada bulan Suro.
Bangunan lain di bagian ini adalah Bangsal Kotak, Bangsal Mandalasana, Gedhong Patehan[, Gedhong Danartapura, Gedhong Siliran, Gedhong Sarangbaya, Gedhong Gangsa, dan lain sebagainya. Di tempat ini pula sekarang berdiri bangunan baru, Gedhong Kaca sebagai museum Sultan Hamengkubuwono IX.
Keputren merupakan tempat tinggal Permesuri dan Selir raja. Di tempat yang memiliki tempat khusus untuk beribada pada zamannya tinggal para puteri raja yang belum menikah. Tempat ini merupakan kawasan tertutup sejak pertama kali didirikan hingga sekarang. Kesatriyan pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal para putera raja yang belum menikah.
Bangunan utamanya adalah Pendapa Kesatriyan, Gedhong Pringgandani, dan Gedhong Srikaton. Bagian Kesatriyan ini sekarang dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan even pariwisata. Di antara Plataran Kedhaton dan Kesatriyan dahulu merupakan istal kuda yang dikendarai oleh Sultan.
6. Kamagangan
Di sisi selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol Kamagangan yang menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu penting karena di dinding penyekat sebelah utara terdapat patung dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Di sisi selatannya pun terdapat dua ekor ular di kanan dan kiri gerbang yang menggambarkan tahun yang sama.
Dahulu kompleks Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai (abdi-Dalem Magang), tempat berlatih dan ujian serta apel kesetiaan para abdi-Dalem magang. Bangsal Magangan yang terletak di tengah halaman besar digunakan sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, pertunjukan wayang kulit yang menandai selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton. Bangunan Pawon Ageng (dapur istana) Sekul Langgen berada di sisi timur dan Pawon Ageng Gebulen berada di sisi barat.
Kedua nama tersebut mengacu pada jenis masakan nasi Langgi dan nasi Gebuli. Di sudut tenggara dan barat daya terdapat Panti Pareden. Kedua tempat ini digunakan untuk membuatPareden/Gunungan pada saat menjelang Upacara Garebeg. Di sisi timur dan barat terdapat gapura yang masing-masing merupakan pintu ke jalan Suryoputran dan jalan Magangan.
Di sisi selatan halaman besar terdapat sebuah jalan yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan Regol Gadhung Mlati. Dahulu di bagian pertengahan terdapat jembatan gantung yang melintasi kanal Taman sari yang menghubungkan dua danau buatan di barat dan timur kompleks Taman Sari. Di sebelah barat tempat ini terdapat dermaga kecil yang digunakan oleh Sultan untuk berperahu melintasi kanal dan berkunjung ke Taman Sari.
7. Kamandhungan Kidul
Di ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kamagangan terdapat sebuah gerbang, Regol Gadhung Mlati, yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan kompleks Kamandhungan Kidul/selatan. Dinding penyekat gerbang ini memiliki ornamen yang sama dengan dinding penyekat gerbang Kamagangan.
Di kompleks Kamandhungan Kidul terdapat bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Bangsal ini konon berasal dari pendapa desa Pandak Karang Nangka di daerah Sokawati yang pernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono I bermarkas saat perang tahta III. Di sisi selatan Kamandhungan Kidul terdapat sebuah gerbang, Regol Kamandhungan, yang menjadi pintu paling selatan dari kompleks cepuri. Di antara kompleks Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang disebut dengan Pamengkang.
8. Siti Hinggil Kidul
Arti dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti : tanah dan hinggil : tinggi. Siti Hinggil Kidul atau yang sekarang dikenal dengan Sasana Hinggil Dwi Abad terletak di sebelah utara alun-alun Kidul. Luas kompleks Siti Hinggil Kidul kurang lebih 500 meter persegi. Permukaan tanah pada bangunan ini ditinggikan sekitar 150 cm dari permukaan tanah di sekitarnya.
Sisi timur-utara-barat dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebut denganPamengkang, tempat orang berlalu lalang setiap hari. Dahulu di tengah Siti Hinggil terdapat pendapa sederhana yang kemudian dipugar pada  1956 menjadi sebuah Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai tanda peringatan 200 tahun Kota Yogyakarta.
Siti Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh Sultan untuk menyaksikan para prajurit keraton yang sedang melakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat menyaksikan adu manusia dengan macan (rampogan) dan untuk berlatih prajurit perempuan, Langen Kusumo.
Tempat ini pula menjadi awal prosesi perjalanan panjang upacara pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri. Sekarang, Siti Hinggil Kidul digunakan untuk mempergelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya wayang kulit, pameran, dan sebagainya.
 D. Kompleks belakang
 1. Alun-alun Kidul
Alun-alun Kidul (Selatan) adalah alun-alun di bagian Selatan Keraton Yogyakarta. Alun-alun Kidul sering pula disebut sebagai Pengkeran.
Pengkeran berasal dari kata pengker (bentuk krama) dari mburi (belakang). Hal tersebut sesuai dengan keletakan alun-alun Kidul yang memang terletak di belakang keraton. Alun-alun ini dikelilingi oleh tembok persegi yang memiliki lima gapura, satu buah di sisi selatan serta di sisi timur dan barat masing-masing dua buah. Di antara gapura utara dan selatan di sisi barat terdapatngGajahan sebuah kandang guna memelihara gajah milik Sultan.
Di sekeliling alun-alun ditanami pohon mangga (Mangifera indica; familiAnacardiaceae), pakel (Mangifera sp; famili Anacardiaceae), dan kuini (Mangifera odoranta; famili Anacardiaceae). Pohon beringin hanya terdapat dua pasang.
Sepasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang (harfiah=capit udang) dan sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan Wok(dari kata bewok, harfiaf=jenggot). Dari gapura sisi selatan terdapat jalan Gading yang menghubungkan dengan Plengkung Nirbaya.
2. Plengkung Nirbaya
Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari tempat ini Sultan HB I masuk ke Keraton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat pemerintahan dariKedhaton Ambar Ketawang. Gerbang ini secara tradisi digunakan sebagai rute keluar untuk prosesi panjang pemakaman Sultan ke Imogiri. Untuk alasan inilah tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultan yang sedang bertahta.
E. Bagian lain Keraton
 1. Pracimosono
Kompleks Pracimosono merupakan bagian keraton yang diperuntukkan bagi para prajurit keraton. Sebelum bertugas dalam upacara adat para prajurit keraton tersebut mempersiapkan diri di tempat ini. Kompleks yang tertutup untuk umum ini terletak di sebelah barat Pagelaran dan Siti Hinggil Lor.
2. Roto Wijayan
Kompleks Roto Wijayan merupakan bagian keraton untuk menyimpan dan memelihara kereta kuda. Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi istana.
Sekarang kompleks Roto Wijayan menjadi Museum Kereta Keraton. Di kompleks ini masih disimpan berbagai kereta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai kendaraan resmi. Beberapa diantaranya ialah KNy Jimat, KK Garuda Yaksa, dan Kyai Rata Pralaya. Tempat ini dapat dikunjungi oleh wisatawan.
Baca Juga:   Polda Metro Jaya Menangkap Richard Muljadi Anak Seorang Konglomerat
3. Kawasan tertutup
Kompleks Tamanan merupakan kompleks taman yang berada di barat laut kompleks Kedhaton tempat dimana keluarga kerajaan dan tamu kerajaan berjalan-jalan.
Kompleks ini tertutup untuk umum. Kompleks Panepen merupakan sebuah masjid yang digunakan oleh Sultan dan keluarga kerajaan sebagai tempat melaksanakan ibadah sehari-hari dan tempat Nenepi (sejenis meditasi). Tempat ini juga dipergunakan sebagai tempat akad nikah bagi keluarga Sultan.
Lokasi ini tertutup untuk umum. Kompleks Kraton Kilen dibangun semasa  Sultan Hamengkubuwono VII. Lokasi yang berada di sebelah barat Keputren menjadi tempat kediaman resmi  Sultan Hamengkubuwono X dan keluarganya. Lokasi ini tertutup untuk umum.
 FWarisanBudaya
Selain memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan budaya yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara Tumplak Wajik, Garebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusaka dan Labuhan.
Upacara yang berasal dari zaman kerajaan ini hingga sekarang terus dilaksanakan dan merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi dari klaim pihak asing.
1. Tumplak Wajik
Upacara tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg Besar.
Dalam upacara yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian. Selain itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi dengan musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu lainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan pareden.
2. Garebeg
Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender atau penanggalan Jawa yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal (bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan.
Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.
Gunungan kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjang yang berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa perlengkapan makanan kering lainnya.
Gunungan estri berbentuk seperti keranjang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Sebagian besar disusun dari makanan kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran dan runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam sebuah kotak pengangkut yang disebut Jodhang.
Gunungan pawohan terdiri dari buah-buahan segar yang diletakkan dalam keranjang dari daun kelapa muda (Janur) yang berwarna kuning. Gunungan ini juga ditempatkan dalam jodhang dan ditutup dengan kain biru. Gunungan gepak berbentuk seperti gunungan estri hanya saja permukaan atasnya datar. Gunungan dharat juga berbentuk seperti gunungan estri namun memiliki permukaan atas yang lebih tumpul.
Kedua gunungan terakhir tidak ditempatkan dalam jodhang melainkan hanya dialasi kayu yang berbentuk lingkaran. Gunungan kutug/bromo memiliki bentuk khas karena secara terus menerus mengeluarkan asap (kutug) yang berasal dari kemenyan yang dibakar. Gunungan yang satu ini tidak diperebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa kembali ke dalam keraton untuk di bagikan kepada kerabat kerajaan.
Pada Garebeg Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buah pareden kakung. Jika dua buah maka yang sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada kerabat Puro Paku Alaman.
Pada garebeg Besar Sultan mengeluarkan pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten Sultan memberi sedekah pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah. Bila garebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, maka ditambah dengan satu pareden kakung dan satu pareden kutug.
3. Sekaten
Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama islam, Syahadatain.
Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan Selatan dan Utara di depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara bergantian menandai perayaan sekaten. Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk, melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin).
Setelah itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan pengajian maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya pada hari terakhir upacara ditutup dengan Garebeg Mulud.
Selama sekaten Sego Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah) merupakan makanan khas yang banyak dijual. Selain itu terdapat pula sirih pinang dan bunga kantil (Michelia alba; famili Magnoliaceae). Saat ini selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar.
5. MUSIUM DIRGANTARA YOGYA
Museum ini terletak di ujung utara Kabupaten Bantul perbatasan dengan Kabupaten Sleman tepatnya di komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta.
Museum ini banyak menampilkan sejarah kedirgantaraan bangsa Indonesia serta sejarah perkembangan angkatan udara RI pada khususnya. Selain terdapat diorama juga terdapat bermacam-macam jenis pesawat yang dipergunakan pada masa perjuangan. Beberapa model dari pesawat tersebut adalah milik tentara jepang yang digunakan oleh angkatan udara Indonesia.
Keberadaan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah di lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama dituangkan dalam Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No. 491, tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumen dan Museum Angkatan Udara.
Setelah mengalami proses yang lama, pada tanggal 21 April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan organisasinya berada di bawah Pembinaan Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri Panglima Angkatan Udara di Jakarta. Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967, tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan kegiatan bidang sejarah, budaya, dan museum, maka Museum Angkatan Udara mulai berkembang dengan pesat.
Berkat perhatian yang besar, baik dari Panglima Angkatan Udara maupun Panglima Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V), pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin.
Berdasarkan berbagai pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi Angkatan Udara. Berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978, museum yang semula berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta.
Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April 1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri Bagian Udara itu ditetapkan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU.
Perkembangan selanjutnya, museum itu tidak dapat menampung lagi koleksi alutsista yang ada karena lokasinya yang sukar dijangkau oleh umum dan kendaraan. Oleh karena itu, Pimpinan TNI AU memutuskan untuk memindahkannya ke gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisucipto.
Sebelum pemindahan dilakukan gedung itu direhabilitasi untuk dijadikan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17 Desember 1982, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti sebagai bukti dimulainya rehabilitasi gedung itu.
Penggunaan dan pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984. Dalam rangka memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu sebagai gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Lokasi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala itu berada di Pangkalan Udara Adisucipto, di bawah Sub Dinas Sejarah, Dinas Perawatan Personel TNI AU, Jakarta.
Bangunan, Gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang ditempati sekarang adalah bekas pabrik gula Wonocatur pada zaman Belanda, sedangkan pada zaman Jepang digunakan untuk gudang senjata dan hanggar pesawat terbang.
Koleksi, Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala memamerkan benda-benda koleksi sejarah, antara lain : koleksi peninggalan para pahlawan udara, diorama, pesawat miniatur, pesawat terbang dari negara-negara Blok Barat dan Timur, senjata api, senjata tajam, mesin pesawat, radar, bom atau roket, parasut dan patung-patung tokoh TNI Angkatan Udara.
6. CANDI BOROBUDUR
 A. Lokasi Candi Borobudur
Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara, dan pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara Sungai Progo dan Elo. Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah dimodifikasi, dengan ketinggian 265 dpl.
B. Sejarah Candi Borobudur
Borobudur dibangun oleh Samaratungga, seorang raja kerajaan Mataram Kuno yang juga keturunan dari Wangsa Syailendra pada abad ke-8. Keberadaan Candi Borobudur ini pertama kali terungkap oleh Sir Thomas Stanford Rafles pada tahun 1814. Pada saat itu, Candi Borobudur ditemukan dalam kondisi hancur dan terpendam di dalam tanah.
Candi yang terdiri dari 10 tingkat ini sebenarnya memiliki tinggi keseluruhan 42 meter. Namun setelah dilakukan restorasi, tinggi keseluruhan candi ini hanya mencapai 34,5 meter dengan luas bangunan candi secara keseluruhan 123 x 123 meter (15.129 m2). Setiap tingkat pada Candi Borobudur ini dari lantai pertama sampai lanyai enam memiliki bentuk persegi, sedangkan mulai dari lantai ke tujuh sampai lantai ke sepuluh berbentuk bulat.
Candi Borobudur adalah  candi Buddha terbesar pada abad ke-9. Menurut Prasasti Kayumwungan, terungkap bahwa Candi Borobudur selesai dibangun pada 26 Mei 824, atau hampir 100 tahun sejak mulai awal dibangun. Konon nama Borobudur berarti sebuah gunung yang berteras – teras atau biasa juga disebut dengan budhara. Namun ada juga yang mengatakan bahwa Borobudur berarti biara yang terletak di tempat yang tinggi.
Beberapa ahli mengungkapkan bahwa posisi Candi Borobudur berada pada ketinggian 235 meter diatas permukaan laut. Ini berdasarkan studi dari para ahli Geologi yang mampu membuktikan bahwa Candi Borobudur pada saat itu adalah sebuah kawasan danau yang besar sehingga sebagian besar desa-desa yang berada di sekitar Candi Borobudur berada pada ketinggian yang sama, termasuk Candi Pawon dan Candi Mendut.
Berdasarkan Prasasti tanggal 842 AD, seorang sejarawan Casparis menyatakan bahwa Borobudur merupakan salah satu tempat untuk berdoa. Dimana dalam prasasi tersebut mengandung kata “Kawulani Bhumi Sambhara” yang berarti asal kesucian dan Bhumi Sambara merupakan nama sebuah sudut di Candi Borobudur tersebut.
Setiap lantai pada Candi Borobudur ini mengandung tema yang berbeda – beda karena pada setiap tingkat tersebut melambangkan tahapan kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan ajaran Buddha Mahayana bahwa setiap orang yang ingin mencapai tingkat kesempurnaan sebagai Buddha harus melalui setiap tingkatan kehidupan. Pada setiap lantai di Candi Borobudur terdapat relief – relief yang bila dibaca dengan runtut akan membawa kita memutari Candi Borobudur searah dengan jarum jam.
C. Bentuk Bangunan Candi Borobudur
 –      Denah Candi Borobudur ukuran panjang 121,66 meter dan lebar 121,38 meter.
–      Tinggi 35,40 meter.
–       Susunan bangunan berupa 9 teras berundak dan sebuah stupa induk di  puncaknya. Terdiri dari 6 teras berdenah persegi dan3 teras berdenah lingkaran.
–       Pembagian vertikal secara filosofis meliputi tingkat Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.
–       Pembagian vertikal secara teknis meliputi bagian bawah, tengah, dan atas.
–      Terdapat tangga naik di keempat penjuru utama dengan pintu masuk utama sebelah timur dengan ber-pradaksina.
–      Batu-batu Candi Borobudur berasal dari sungai di sekitar Borobudur dengan volume seluruhnya sekitar 55.000 meter persegi (kira-kira 2.000.000 potong batu)
D. Nama Candi Borobudur
 Mengenai penamaannya juga terdapat beberapa pendapat diantaranya:
–          Raffles: Budur yang kuno (Boro: kuno, budur: nama tempat) Sang Budha yang agung (Boro: agung, budur: Buddha) Budha yang banyak (Boro: banyak, budur: Buddha)
–          Moens: Kota para penjunjung tinggi Sang Budha
–          Casparis: Berasal dari kata sang kamulan ibhumisambharabudara, berdasarkan kutipan dari prasasti Sri Kahulunan 842 M yang artinya bangunan suci yang melambangkan kumpulan kebaikan dari kesepuluh tingkatan Bodhisattva.
–          Poerbatjaraka: Biara di Budur (Budur: nama tempat/desa)
–          Soekmono dan Stutertheim: Bara dan budur berarti biara di atas bukit Menurut Soekmono fungsi Candi Borobudur sebagai tempat ziarah untuk memuliakan agama Budha aliran Mahayana dan pemujaan nenek moyang.
BAB III
PENUTUP
 3.1 Kesimpulan
Tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta itu sangat banyak, dan kita harus senantiasa menjaga serta merawatnya agar tetap asri seperti aslinya, agar tetap menarik para wisatawan untuk berlibur ke Yogya.
Selain itu, kota Yogya yang menawan itu tidak harus kita tambahkan dengan budaya-budaya barat yang kita rasa sangat bagus atau trend. Tapi justru itu salah, kita harus tetap menjaga budaya asli  Yogya itu sendiri agar mempunyai keaslian yang khas dimata dunia.
Yogyakarta merupakan salah satu kota favorit para wisatawan untuk berlibur dan menghabiskan sisa waktu istirahatnya di tempat-tempat wisata yang ada di Yogya. Walaupun banyak cerita-cerita mistis  yang beredar di masyarakat luas, para wisatawan tetap antusias menikmati tempat-tempat pariwisata yang ada di Yogyakarta.
 3.2 Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini banyak ditemui kesulitan dan kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat menyempurnakan karya tulis ini.
Demikianlah kesimpulan dan saran dalam pembuatan karya tulis ini. Dalam pembuatan karya tulis ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk itu  penulis sebagai manusia biasa mohon maaf atas segala keurangan dan kekhilafan. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id
http://www.wikipedia.org

LAMPIRAN-LAMPIRAN



Artikel Terkait Lainnya :

Masukkan Email Anda Untuk Menjadi Pengunjung Premium Kami

Kontribusikan Moment Kalian Disini !!!

0 Response to "Karya Tulis Study Tour Ke Yogyakarta Angkatan 25 | Sidamulyanews"

Posting Komentar