Promo Spesial and Free Ongkir
Baca Juga
SIDAMULYANEWS - Kejaksaan Negeri Ciamis memeriksa sejumlah kepala puskesmas dan kepala sekolah untuk diminta klarifikasi terkait pembelian mesin absensi fingerprint. Klarifikasi tersebut dilakukan setelah pihak kejaksaan mengendus adanya dugaan mark up harga pada pembelian mesin fingerprint yang dibeli oleh sejumlah puskesmas dan sekolah di Kabupaten Ciamis.
Dari informasi yang dihimpun, kasus pembelian mesin fingerprint ini mencuat setelah ditemukan perbedaan harga pada kwitansi pembelian. Padahal, sekolah maupun puskesmas, membeli pada perusahaan yang sama.
Terlebih, pada merk dan spesifikasi pun dikabarkan tidak ada perbedaan. Dalam kasus ini juga terindikasi adanya penggiringan dari pihak tertentu agar membeli ke salah satu perusahaan.
Kepala Kejaksaan Negeri Ciamis, Sri Respatini SH, membenarkan adanya pemeriksaan tersebut. Namun, kata dia, saat ini pemeriksaan baru tahap konfirmasi dan pihaknya belum bisa banyak menjelaskan.
“Masih proses pemeriksaan. Jadi, kami belum bisa banyak menjelaskan terkait hal ini,” ujar singkat.
Ditemui terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Ciamis, Engkan Iskandar, juga membenarkan adanya pemanggilan yang dilakukan kejaksaan terhadap sejumlah kepala puskesmas. Dia mengatakan, meski puskesmas ada di bawah naungan Dinas Kesehatan, namun untuk urusan pembelian mesin fingerprint, pihaknya tidak terlibat pada ranah teknis.
“Karena permintaan pengadaan mesin fingerprint ini datang dari Badan Kepegawaian Pelatihan dan SDM (BKPSDM) Kabupaten Ciamis. Saat itu BKPSDM mengumpulkan para Kasubag Puskesmas untuk memberikan pengarahan terkait sistem absensi berbasis online.
Nah, untuk menjalankan sistem absensi online itu, membutuhkan mesin fingerprint. Kemudian pihak BKPSDM meminta agar setiap puskesmas untuk menganggarkan pembelian mesin fingerprint,” terangnya, pekan lalu.
Menurut Engkan, muncul angka Rp. 9 juta pada pagu anggaran untuk membeli satu mesin fingerprint pun setelah mendapat arahan dari BKPSDM. Hal itu, kata dia, berdasarkan keterangan dari beberapa kasubag puskesmas.
“Saat masalah ini muncul kepermukaan, saya sempat memanggil beberapa kasubag puskesmas. Saat itu saya tanya kenapa bisa menganggarkan Rp. 9 juta dan Rp. 10 juta untuk membeli satu mesin fingerprint.
Padahal sekolah di Ciamis hanya membeli mesin itu seharga Rp. 3 juta. Berdasarkan pengakuan dari pegawai puskesmas, bahwa muncul nominal sebesar Rp. 9 juta setelah mendapat arahan dari BKPSDM saat memberikan pengarahan pada waktu itu,” katanya.
Engkan mengatakan memang ada puskesmas yang mengangarkan Rp. 10 juta. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi apabila terjadi kenaikan harga. Karena dari saat dianggarkan sampai terjadi pembelian, rentang waktunya dalam beberapa bulan.
Sementara terkait adanya perbedaan harga pada kwintansi pembelian di setiap puskesmas, lanjut Engkan, hal itu karena dipengaruhi biaya jasa pemasangan.
“Saya juga cek kenapa ada perbedaan harga. Ternyata perbedaannya pada biaya jasa pemasangan. Selain itu, pihak teknisi pun mungkin memperhitungkan jarak tempuh masing-masing kantor puskesmas,” ujarnya.
Engkan menjelaskan, pihaknya pun sudah meminta klarifikasi ke salah satu pegawai BKPSDM terkait adanya perbedaan harga mesin fingerprint antara yang dijual ke puskesmas dan yang dijual ke sekolah.
“Perbedaan harganya memang sangat jauh. Kalau di sekolah Rp 3 juta, tetapi yang dijual ke puskesmas Rp. 9 juta. Tetapi berdasarkan dari keterangan pegawai BKPSDM, adanya perbedaan harga itu dipengaruhi dari merk dan spesifikasi yang berbeda.
Mesin fingerprint yang dijual ke puskesmas spesifikasinya lebih bagus dibanding yang dijual ke sekolah,”ujarnya.
Menurut Engkan, beberapa puskesmas di Kabupaten Ciamis sebenarnya sudah menerapkan sistem absensi fingerprint. Namun, mesin yang dipakai sebelumnya tidak bisa digunakan dengan sistem online yang diterapkan oleh BKPSDM.
“Jadi, saat seluruh kasubag puskesmas dikumpulkan, pihak BKPSDM tetap meminta kepada seluruh puskesmas untuk membeli mesin baru. Karena kalau tidak memakai mesin baru, tidak akan terkoneksi ke server milik BKPSDM,” terangnya.
Engkan juga mengaku tidak tahu menahu ketika seluruh puskesmas memutuskan membeli mesin fingerprint dari salah satu perusahaan.
“Terus terang, kami tidak ikut terlibat pada teknis saat pengadaan mesin. Karena itu urusan kepegawaian, maka yang ngurus sepenuhnya pun dari pihak BPKSDM,” ujarnya. (RED)
Artikel Terkait Lainnya :
Gbr, Ilustrasi |
Terlebih, pada merk dan spesifikasi pun dikabarkan tidak ada perbedaan. Dalam kasus ini juga terindikasi adanya penggiringan dari pihak tertentu agar membeli ke salah satu perusahaan.
Kepala Kejaksaan Negeri Ciamis, Sri Respatini SH, membenarkan adanya pemeriksaan tersebut. Namun, kata dia, saat ini pemeriksaan baru tahap konfirmasi dan pihaknya belum bisa banyak menjelaskan.
“Masih proses pemeriksaan. Jadi, kami belum bisa banyak menjelaskan terkait hal ini,” ujar singkat.
Ditemui terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Ciamis, Engkan Iskandar, juga membenarkan adanya pemanggilan yang dilakukan kejaksaan terhadap sejumlah kepala puskesmas. Dia mengatakan, meski puskesmas ada di bawah naungan Dinas Kesehatan, namun untuk urusan pembelian mesin fingerprint, pihaknya tidak terlibat pada ranah teknis.
“Karena permintaan pengadaan mesin fingerprint ini datang dari Badan Kepegawaian Pelatihan dan SDM (BKPSDM) Kabupaten Ciamis. Saat itu BKPSDM mengumpulkan para Kasubag Puskesmas untuk memberikan pengarahan terkait sistem absensi berbasis online.
Nah, untuk menjalankan sistem absensi online itu, membutuhkan mesin fingerprint. Kemudian pihak BKPSDM meminta agar setiap puskesmas untuk menganggarkan pembelian mesin fingerprint,” terangnya, pekan lalu.
Menurut Engkan, muncul angka Rp. 9 juta pada pagu anggaran untuk membeli satu mesin fingerprint pun setelah mendapat arahan dari BKPSDM. Hal itu, kata dia, berdasarkan keterangan dari beberapa kasubag puskesmas.
“Saat masalah ini muncul kepermukaan, saya sempat memanggil beberapa kasubag puskesmas. Saat itu saya tanya kenapa bisa menganggarkan Rp. 9 juta dan Rp. 10 juta untuk membeli satu mesin fingerprint.
Padahal sekolah di Ciamis hanya membeli mesin itu seharga Rp. 3 juta. Berdasarkan pengakuan dari pegawai puskesmas, bahwa muncul nominal sebesar Rp. 9 juta setelah mendapat arahan dari BKPSDM saat memberikan pengarahan pada waktu itu,” katanya.
Engkan mengatakan memang ada puskesmas yang mengangarkan Rp. 10 juta. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi apabila terjadi kenaikan harga. Karena dari saat dianggarkan sampai terjadi pembelian, rentang waktunya dalam beberapa bulan.
Sementara terkait adanya perbedaan harga pada kwintansi pembelian di setiap puskesmas, lanjut Engkan, hal itu karena dipengaruhi biaya jasa pemasangan.
“Saya juga cek kenapa ada perbedaan harga. Ternyata perbedaannya pada biaya jasa pemasangan. Selain itu, pihak teknisi pun mungkin memperhitungkan jarak tempuh masing-masing kantor puskesmas,” ujarnya.
Engkan menjelaskan, pihaknya pun sudah meminta klarifikasi ke salah satu pegawai BKPSDM terkait adanya perbedaan harga mesin fingerprint antara yang dijual ke puskesmas dan yang dijual ke sekolah.
“Perbedaan harganya memang sangat jauh. Kalau di sekolah Rp 3 juta, tetapi yang dijual ke puskesmas Rp. 9 juta. Tetapi berdasarkan dari keterangan pegawai BKPSDM, adanya perbedaan harga itu dipengaruhi dari merk dan spesifikasi yang berbeda.
Mesin fingerprint yang dijual ke puskesmas spesifikasinya lebih bagus dibanding yang dijual ke sekolah,”ujarnya.
Menurut Engkan, beberapa puskesmas di Kabupaten Ciamis sebenarnya sudah menerapkan sistem absensi fingerprint. Namun, mesin yang dipakai sebelumnya tidak bisa digunakan dengan sistem online yang diterapkan oleh BKPSDM.
“Jadi, saat seluruh kasubag puskesmas dikumpulkan, pihak BKPSDM tetap meminta kepada seluruh puskesmas untuk membeli mesin baru. Karena kalau tidak memakai mesin baru, tidak akan terkoneksi ke server milik BKPSDM,” terangnya.
Engkan juga mengaku tidak tahu menahu ketika seluruh puskesmas memutuskan membeli mesin fingerprint dari salah satu perusahaan.
“Terus terang, kami tidak ikut terlibat pada teknis saat pengadaan mesin. Karena itu urusan kepegawaian, maka yang ngurus sepenuhnya pun dari pihak BPKSDM,” ujarnya. (RED)
0 Response to "Sejumlah Kepala Puskesmas & Kepsek Dipanggil Kejaksaan Negeri Ciamis "Dana Mark Up""
Posting Komentar